Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000, antara lain mengatur:
1.Pasal 1 angka 19, bahwa Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan Jasa Kena Pajak, tidak termasuk pajak yang dipungut menurut Undang-undang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.
2.Pasal 4 huruf c, bahwa Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha.
3.Pasal 4A ayat (3) sebagaimana diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 144 Tahun 2000 tentang Jenis Barang dan Jasa Yang Tidak Dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, antara lain mengatur Pasal 5, menetapkan jenis-jenis jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai. Namun jasa freight forwarding tidak termasuk jenis jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.
Atas penyerahan jasa freight forwarding oleh perusahaan Bapak kepada customer dikenakan Pajak Pertambahan Nilai dengan Dasar Pengenaan Pajak sebesar penggantian yang diminta atau seharusnya diminta oleh perusahaan Bapak sebagai pemberi jasa freight forwarding .
Dalam hal dokumen-dokumen pabean (berupa Faktur Pajak, invoice dan lain-lain) untuk menagih biaya atas jasa-jasa dari shipping tine, airline atau pihak ketiga dibuat langsung atas nama:
1. Penerima jasa (konsumen perusahaan Bapak), maka biaya-biaya tersebut tidak termasuk kedalam Dasar Pengenaan Pajak karena merupakan reimbursement; atau
2. Perusahaan Bapak dan bukan atas nama penerima jasa (konsumen perusahaan Bapak), maka biaya-biaya tersebut bukan merupakan reimbursement, sehingga merupakan bagian dari Dasar Pengenaan Pajak yang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.
Selanjutnya apabila terdapat perbedaan jumlah antara biaya-biaya yang dibayarkan oleh perusahaan Bapak kepada shipping line, airline atau pihak ketiga dengan yang dimintakan oleh perusahaan Bapak kepada customer. maka selisihnya merupakan bagian dari Dasar Pengenaan Pajak.
dasar hukumnya berikut rekan:
SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR S – 242/PJ.532/1997
TENTANG
PPN ATAS JASA ANGKUTAN DAN JASA EKSPEDISI MUATAN
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Sehubungan dengan surat Saudara tanggal 13 Nopember 1996 hal tersebut pada pokok surat, dengan ini
disampaikan penjelasan sebagai berikut :
1. Sesuai dengan Pasal 4A Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1994 jis. Pasal 9 angka 9 dan Pasal 18 Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 1994, maka jasa angkutan umum di darat, di laut, di danau, maupun di sungai yang dilakukanoleh Pemerintah maupun oleh swasta, dan jasa angkutan udara luar negeri, termasuk di dalamnya jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri tersebut, merupakan jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.
2. Memperhatikan penegasan pada butir 5 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-51/PJ.51/1995 tanggal 16 Oktober 1995 dan bagian usaha jasa angkutan di darat pada umumnya, maka jasa angkutan umum di darat adalah kegiatan pengangkutan orang dan/atau barang dengan mempergunakan kendaraan bermotor dan/atau alat angkutan darat lainnya, yang disediakan untuk umum dengan dipungut bayaran, selain dengan cara persewaan atau cara lain yang dapat dipersamakan dengan itu, baik dalam trayek maupun tidak dalam trayek, dan sepanjang kendaraan bermotor tersebut menggunakan plat dasar nomor polisi dengan warna kuning.
3. Mengacu kepada pengertian jasa angkutan umum di darat tersebut pada butir 2 dan memperhatikan kegiatan angkutan di laut, di danau maupun di sungai pada umumnya, maka jasa angkutan umum di laut, di danau maupun di sungai adalah kegiatan pengangkutan orang dan/atau barang dengan mempergunakan kapal laut, kapal danau maupun kapal sungai dan/atau alat angkutan laut, alat angkutan danau maupun alat angkutan sungai lainnya, yang disediakan untuk umum dengan dipungut bayaran, selain dengan cara persewaan atau cara lain yang dapat dipersamakan dengan itu, baik dalam trayek maupun tidak dalam trayek.
4. Berdasarkan Pasal 3 ayat (1) dan (2) Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1996, atas penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) antar Pengusaha Kena Pajak EPTE, PPN dan PPn BM yang terutang tidak dipungut, dan atas penyerahan BKP oleh produsen dari Daerah Pabean Indonesia lainnya kepada perusahaan berstatus EPTE dan/atau Perusahaan Pengolahan di Kawasan Berikat untuk diolah lebihlanjut, diberikan perlakuan perpajakan yang sama dengan perlakuan perpajakan terhadap barang yang diekspor.
5. Berdasarkan ketentuan pada butir 1 sampai dengan 4 di atas, serta memperhatikan isi surat Saudara,diberikan penegasan sebagai berikut :
- 5.1. Jasa angkutan penumpang dan/atau barang, sepanjang memenuhi ketentuan sebagai jasaangkutan umum di darat, di laut, di danau maupun di sungai, dan jasa angkutan udara luarnegeri sebagaimana dimaksud pada ketentuan tersebut pada butir 1 sampai dengan 3,dikecualikan dari pengenaan PPN.
- 5.2. Jasa ekspedisi muatan kapal laut dan udara (EMKL dan EMKU), adalah Jasa Kena Pajak karena tidak termasuk dalam jenis-jenis jasa yang tidak dikenakan PPN sebagaimanadimaksud dalam Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 1994, sehingga ataspenyerahan jasa tersebut terutang PPN.
- 5.3. Oleh karena Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1996 hanya mengatur fasilitas perpajakan atas penyerahan BKP, tidak atas penyerahan Jasa Kena Pajak, maka atas penyerahan jasa ekspedisi terutang PPN.
dilaporkan tiap bulan Psl. 25, PPN , dan PPh Masa 21.
PPn terutang sebesar jasa handling/jasa perantara pengurusan transportasi saja.
Beban lain (umpama : tagihan dari PT. X EMKL atau nama perusahaan pemberi jasa lainnya) adalah reimbursemen cost, (bukan objek PPn)
silahkan dicocokan dengan UU pph pasal 23 dan PMK 244 tahun 2008, jika masuk dalam kategori yang disebutkan dalam peraturan tersebut maka terutang pph pasal 23 namun jika tidak termasuk berarti tidak terutang.
DPP = 10% X Tagihan dan PPN = 10% X DPP —> efektif = 1% X tagihan.
Masih mengacu pada S-766 semua penyerahan tersebut tidak termasuk penyerahan yang tidak terutang PPN..kecuali jika invoice dari Shipping Line or Airline atas nama customer forwarder.
Walaupun Biaya Ocean Freight merupakan jasa perkapalan yang termasuk kedalam jenis jasa yag tidak terutang PPN…
- a. Apabila dalam invoice terdapat biaya reimbursement yaitu penggantian untuk biaya yang telah dibayarkan dahulu oleh pemberi jasa atas nama penerima jasa yang didalamnya terdapatbiaya yang sudah dikenakan Pajak Pertambahan Nilai antara lain biaya freight, biaya warehouse, bea masuk, dan biaya bill of lading, maka atas bagian yang direimburs itu tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai. Selanjutnya apabila terdapat perbedaan antara nilai biaya freight, biaya warehouse dan biaya lain-lain yang dibayarkan perusahaan jasa forwarding kepada perusahaan pelayaran atau pihak lain dengan yang dimintakan oleh perusahaan jasa forwarding kepada pelanggan, maka selisihnya merupakan bagian dari Dasar Pengenaan Pajak.
- b. Apabila dalam kontrak seluruh tagihannya atas nama pemberi jasa maka Pajak PertambahanNilai terutang atas seluruh nilai kontrak termasuk biaya penggantian atau reimbursement.
- a. Sepanjang pembukuan yang Saudara lakukan lazim dipakai di Indonesia berdasarkan Prinsip Standard Akuntansi Keuangan dan dapat terlihat pajak yang terutang maka metode yang Saudara tunjukkan dapat digunakan.
b. Pencatatan dalam pembukuan Saudara untuk biaya reimbursement atas nama penerima jasa dan pendapatan saudara atas Jasa Freight Forwarding berasal dari selisih antara biaya yang dibayarkan ke perusahaan pelayaran dengan yang dimintakan ke penerima jasa harus menggambarkan keadaan sebenarnya atas besarnya piutang yang akan ditagih, reimbursement dari penerima jasa, pendapatan Saudara dan PPN yang terutang atas transaksi tersebut, dan alternatif ke 2 dalam surat Saudara lebih memenuhi kriteria sebagaimana diuraikan diatas, selain itu juga dengan sistem pembukuan tersebut lebih mudah untuk ditelusuri baik oleh Wajib Pajak sendiri maupun oleh fiskus.
Mencari Ilmu itu Tanpa Batas. |