Home / Informasi Pajak

Minggu, 30 Agustus 2020 - 14:15 WIB

Kewajiban Perpajakan Yang Harus Dipenuhi Oleh Badan Usaha & Pribadi

PP 46 Tahun 2013

PP 46 Tahun 2013

Kewajiban Perpajakan Yang Harus Dipenuhi Oleh Badan Usaha & Pribadi

Pajak perusahaan bulanan wajib dibayarkan agar usaha yang kamu jalankan semakin melejit dan makin kredibel di mata klien atau pelanggan. Setelah mendirikan dan memperoleh perizinan berusaha, ada beberapa kewajiban perusahaan terkait pajak yang harus dipatuhi. Umumnya, perusahaan hanya sibuk mengurus pajak pada masa-masa pelaporan SPT Tahunan. Padahal, kewajiban tersebut ada yang harus dipenuhi bulanan dan tahunan.

Semua perusahaan baik itu berbentuk perusahaan perorangan, badan usaha, ataupun badan hukum, apabila telah memiliki NPWP maka sudah melekat kewajiban perpajakan pada perusahaan tersebut. Hal ini tercantum dalam Pasal 3 ayat 1 Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Sebagaimana Telah Beberapa Kali Diubah Terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009 (“UU No.6/1983”)

Dalam pelaksanaan kewajiban perpajakan, pemerintah telah memberikan kepercayaan kepada wajib pajak baik perusahaan maupun perorangan untuk menghitung, menyetor dan melaporkan pajak secara mandiri atau yang biasa dikenal dengan istilah “Self-Assesment System”. Walaupun wajib perusahaan pajak diberikan kepercayaan oleh Kantor Pajak untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya secara mandiri, namun jangan disalahgunakan, karena sanksinya berat. Pasal 13A UU No.6/1983 menyatakan bahwa:

Wajib Pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan atau menyampaikan Surat Pemberitahuan, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, tidak dikenai sanksi pidana apabila kealpaan tersebut pertama kali dilakukan oleh Wajib Pajak dan Wajib Pajak tersebut wajib melunasi kekurangan pembayaran jumlah pajak yang terutang beserta sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 200% (dua ratus persen) dari jumlah pajak yang kurang dibayar yang ditetapkan melalui penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar.

Inilah Kewajiban Pajak Perusahaan yang Harus Kamu Tahu

Kewajiban pajak perusahaan, ada yang bulanan dan tahunan. Adapun kewajiban pajak bulanan (SPT Masa) adalah kewajiban pajak perusahaan untuk menghitung, menyetor dan melaporkan pajak bulanan, yaitu:

a. Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh 21)

Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 21 atau PPh 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apa pun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi subyek pajak dalam negeri.

Pengertian PPh Pasal 21 ini diambil berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2015.

.Adapaun Kewajiban Perusahaan untuk Memenuhi Kewajiban PPh 21 Karyawan adalah dengan cara Menghitung, Memotong , Menyetor dan Melaporkan

b. Pajak Penghasilan Pasal 23 (PPh 23)

Objek PPh Pasal 23 terdiri dari:

  1. Dividen.
  2. Bunga.
  3. Royalti.
  4. Hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain kepada Orang Pribadi.
  5. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa tanah dan/atau bangunan.
  6. Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong PPh Pasal 21.

Dalam hal Anda membayarkan dividen kepada PT sebagai WPDN, koperasi, BUMN, atau BUMD yang jumlah kepemilikan sahamnya dibawah 25%, maka yang harus Anda lakukan adalah:

  1. Melakukan Pemotongan PPh Pasal 23 sebesar 15% saat dividen disediakan untuk dibayarkan dan membuat bukti potong PPh Pasal 23 melalui aplikasi e-spt PPh pasal 23.
  2. melakukan penyetoran PPh dengan terlebih dahulu membuat kode billing (MAP 411124 dan KJS 101). Penyetoran dilakukan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.

melakukan pelaporan PPh Pasal 23 dengan menggunakan aplikasi e-spt pph melalui djponline.pajak.go.id atau ASP [Daftar Perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi] paling lama tanggal 20 bulan berikutnya.

Dalam hal Anda melakukan peminjaman dana dan membayarkan Bunga kepada pemilik dana, maka yang harus Anda lakukan adalah:

  1. Melakukan Pemotongan PPh Pasal 23 sebesar 15% dari bruto nilai bunga dan membuat bukti potong PPh Pasal 23 melalui aplikasi e-spt PPh pasal 23
  2. melakukan penyetoran PPh dengan terlebih dahulu membuat kode billing (MAP 411124 dan KJS 102). Penyetoran dilakukan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.
  3. melakukan pelaporan PPh Pasal 23 dengan menggunakan aplikasi e-spt pph melalui djponline.pajak.go.id atau ASP [Daftar Perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi] paling lama tanggal 20 bulan berikutnya.

Dalam hal Anda membayarkan royalti kepada pihak penerima royalti, maka yang harus Anda lakukan adalah:

  1. Melakukan Pemotongan PPh Pasal 23 sebesar 15% dari jumlah bruto nilai royalti dan membuat bukti potong PPh Pasal 23 melalui aplikasi e-spt PPh pasal 23
  2. melakukan penyetoran PPh dengan terlebih dahulu membuat kode billing (MAP 411124 dan KJS 103). Penyetoran dilakukan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.
  3. melakukan pelaporan PPh 23 dengan menggunakan aplikasi e-spt pph melalui djponline.pajak.go.id atau ASP [Daftar Perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi] paling lama tanggal 20 bulan berikutnya.

Dalam hal Anda menggunakan jasa dari WP badan, maka yang harus Anda lakukan adalah:

  1. Meneliti apakah jasa yang digunakan itu adalah termasuk jenis jasa yang merupakan objek PPh Pasal 23 berdasarkan PMK-141/PMK.03/2015
  2. Melakukan Pemotongan PPh Pasal 23 sebesar 2% dari jumlah bruto nilai jasa dan membuat bukti potong PPh Pasal 23 melalui aplikasi e-spt PPh pasal 23
  3. melakukan penyetoran PPh dengan terlebih dahulu membuat kode billing (MAP 411124 dan KJS 104). Penyetoran dilakukan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.
  4. melakukan pelaporan PPh Pasal 23 dengan menggunakan aplikasi e-spt pph melalui djponline.pajak.go.id atau ASP [Daftar Perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi] paling lama tanggal 20 bulan berikutnya.

Dalam hal Anda menyewa harta selain tanah dan/atau bangunan, maka yang harus Anda lakukan adalah:

  1. Melakukan Pemotongan PPh Pasal 23 sebesar 2 % dari jumlah bruto nilai sewa dan membuat bukti potong PPh Pasal 23 melalui aplikasi e-spt PPh pasal 23
  2. melakukan penyetoran PPh dengan terlebih dahulu membuat kode billing (MAP 411124 dan KJS 100). Penyetoran dilakukan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.
  3. melakukan pelaporan PPh Pasal 23 dengan menggunakan aplikasi e-spt pph melalui djponline.pajak.go.id atau ASP [Daftar Perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi] paling lama tanggal 20 bulan berikutnya.

c. Pajak Penghasilan Pasal 26 (PPh 26)

PPh pasal 26 merupakan pajak penghasilan yang dikenakan atas transaksi dengan wajib pajak luar negeri. Perusahaan di Indonesia yang melakukan transaksi pembayaran baik itu berupa gaji, jasa, dividen, bunga, royalty, sewa, dan lain-lain kepada wajib pajak luar negeri diwajibkan untuk memotong PPh Pasal 26. Pada dasarnya objek dari penghasilan yang dikenakan PPh pasal 26 sama dengan objek penghasilan yang dikenakan PPh pasal 21 dan PPh pasal 23, yang membedakan adalah penerima penghasilannya, yaitu orang asing atau badan asing. Tarif pemotongan PPh Pasal 26 adalah sebesar 20% persen dari penghasilan bruto yang diterima oleh orang asing atau badan asing.

Namun, tarif pemotongan PPh Pasal 26 tersebut dapat berubah menjadi lebih rendah atau bahkan bisa jadi tidak dikenakan pajak, apabila negara penerima penghasilan tersebut memiliki Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) atau Tax Treaty dengan Indonesia. Untuk memanfaatkan tarif sesuai dengan P3B, penerima penghasilan wajib menunjukkan Surat Keterangan Domisili dari negara asalnya.

Pemotongan Pajak Penghasilan – Pasal 26

Dalam Hal Anda memberikan penghasilan kepada Subjek Pajak Luar Negeri, yang harus Anda lakukan adalah:

  1. Tentukan dahulu apakah benar lawan transaksi Anda adalah Subjek Pajak Luar Negeri.
  2. Jika merupakan Subjek Pajak Luar Negeri, tentukan dahulu apakah SPLN tersebut berhak dipotong PPh Pasal 26 dengan menggunakan tarif tax treaty.
  3. Tax Treaty bisa digunakan dalam hal SPLN mempunyai DGT atau SKD sesuai PER-25/PJ/2018
  4. Input informasi yang ada di DGT pada djponline.pajak.go.id menu e-SKD untuk mendapatkan tanda terima SKP WPLN.
  5. Berikan tanda terima SKD WPLN kepada SPLN
  6. Melakukan pemotongan PPh Pasal 26 dengan menggunakan tarif tax treaty jika memenuhi PER-25/PJ/2018 dan membuat bukti potong PPh Pasal 26 melalui aplikasi e-spt PPh pasal 21/26 atau 23/26
  7. Jika tidak memenuhi syarat untuk mengguanakan ketentuan pada tax treaty, maka tarif PPh 26 nya adalah 20%.
  8. melakukan penyetoran PPh dengan terlebih dahulu membuat kode billing. Penyetoran dilakukan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.
  9. melakukan pelaporan PPh Pasal 4 ayat (2) dengan menggunakan aplikasi e spt pph melalui djponline.pajak.go.id atau ASP paling lama tanggal 20 bulan berikutnya dengan melampirkan tanda terima SKD WPLN walaupun jika terhadap penghasilan yang dibayarkan kepada WPLN tersebut tidak terdapat pemotongan PPh berdasarkan ketentuan tax treaty.

d. Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) (PPh 4 (2))

PPh Pasal 4 ayat 2 adalah pajak penghasilan yang dikenakan atas transaksi persewaan atas tanah dan/atau bangunan, pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, penghasilan atas usaha dari jasa konstruksi, dan penghasilan yang berasal dari dividen perusahaan yang dibayarkan kepada orang pribadi. Pemotongan pajak dalam PPh Pasal 4 Ayat 2 bersifat final, artinya bahwa penghasilan yang telah dipotong tersebut tidak diperhitungkan lagi dalam perhitungan SPT Tahunan PPh Badan. Hal ini berbeda dengan penghasilan yang dipotong PPh Pasal 23, dimana penghasilan tersebut akan menjadi bagian dalam penghitungan SPT Tahunan PPh Badan dan bukti pemotongan PPh Pasal 23 tersebut akan menjadi pengurang atau kredit pajak dari PPh Badan yang harus dibayarkan.

Anda sebagai Wajib Pajak Badan berkewajiban memotong PPh Final Pasal 4 Ayat 2 atas beberapa transaksi atau objek berikut:

Sewa tanah dan/atau bangunan

Dalam hal Anda merupakan penyewa tanah/bangunan, yang harus Anda lakukan adalah:

  1. melakukan pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) sebesar 10% dari jumlah bruto nilai persewaan tanah dan/atau bangunan
  2. membuat bukti potong PPh Pasal 4 ayat (2) melalui aplikasi e-spt PPh pasal 4 ayat (2)
  3. melakukan penyetoran PPh Pasal 4 ayat (2) yang telah dipotong tersebut dengan terlebih dahulu membuat kode billing (MAP-KJS 411128-403). Penyetoran dilakukan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya. Misalnya: pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) dilakukan pada bulan Maret 2019, maka penyetoran PPh nya adalah paling lambat dilakukan pada tanggal 10 bulan April 2019.
  4. melakukan pelaporan PPh Pasal 4 ayat (2) dengan menggunakan aplikasi espt pph melalui djponline.pajak.go.id atau ASP

Dalam hal Anda adalah pemilik tanah/bangunan, yang harus anda lakukan adalah:

  1. Dalam hal Anda bertransaksi dengan Orang Pribadi maka Anda harus melakukan penyetoran sendiri PPh atas penghasilan yang Anda peroleh sebesar 10% dari jumlah bruto nilai persewaan tanah dan/ atau bangunan
  2. Melakukan penyetoran PPh Pasal 4 ayat (2) dengan terlebih dahulu membuat kode billing (MAP-KJS 411128-403). Penyetoran dilakukan paling lambat tanggal bulan berikutnya. Misalnya: atas penghasilan dari sewa tanah/bangunan bulan Maret 2019, maka penyetoran PPh nya adalah paling lambat dilakukan pada tanggal 15 bulan April 2019.
  3. Melakukan pelaporan PPh Pasal 4 ayat (2) dengan menggunakan aplikasi e spt pph melalui djponline.pajak.go.id atau ASP paling lama tanggal 20 bulan berikutnya.

Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan

Objek PPh Pasal 4 ayat (2) atas Pengalihan hak atas tanah dan/ atau bangunan adalah penghasilan dari :

a. Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan; atau

b. Perubahan perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan.

Dalam hal Anda bukan merupakan Wajib Pajak yang melakukan usaha pokok berupa pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, maka yang harus Anda lakukan adalah:

  1. Melakukan penyetoran PPh Pasal 4 ayat (2) sebesar 2,5% (dua koma lima persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dengan terlebih dahulu membuat kode billing (MAP-KJS 411128-402). Penyetoran dilakukan sebelumakta, keputusan, kesepakatan, ataurisalahlelangataspengalihanhakatastanahdan/ataubangunanditandatanganiolehpejabat yang berwenang.
  2. Mengajukan permohonan penelitian formal atas bukti pemenuhan kewajiban penyetoran Pajak Penghasilan ke Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi lokasi tanah dan/atau bangunan (PER-26/PJ/2018)
  3. Mengambilsendiri Surat Keterangan Penelitian Formal Bukti Pemenuhan Kewajiban Penyetoran Pajak Penghasilan atau Surat Pemberitahuan Permohonan Penelitian Tidak Lengkap dan/atau Tidak Sesuai di Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi lokasi tanah dan/atau bangunan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja.

Permohonan dilakukan dengan menggunakan surat permohonan sebagaimana tercantum dalam Lampiran I PER-26/PJ/2018dengan dilampiri:

  1. Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lainnya yang disamakan dengan Surat Setoran Pajak;
  2. Surat pernyataan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan atau perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan beserta perubahannya yang  telah diisi secara lengkap menggunakan formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran II PER-26/PJ/2018;
  3. Fotokopi seluruh bukti penjualan (bukti transfer, faktur penjualan dan/atau bukti penerimaan kas);
  4. fotokopi SPPT PBB tahun terakhir;
  5. fotokopi KTPbagi pembeli dan penjual yang berstatus Warga Negara Indonesia; dan
  6. fotokopi Paspor bagi pembeli dan penjual yang berstatus Warga Negara Asing.
  7. Dalam hal penyampaian permohonan penelitian dikuasakan, wajib dilampiri dengan surat kuasa dan fotokopi Kartu Tanda Penduduk yang diberi kuasa untuk menyampaikan dan/atau mengambil dokumen.
  8. Dalam hal Wajib Pajak memenuhi syarat tidak wajib memiliki NPWP, wajib melampirkan surat pernyataansebagaimana tercantum dalam Lampiran III PER-26/PJ/2018.

Dalam hal Anda merupakan Wajib Pajak yang melakukan usaha pokok berupa pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, maka yang harus Anda lakukan adalah:

  1. Melakukan penyetoran PPh Pasal 4 ayat (2) sebesar 2,5% (dua koma lima persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dengan terlebih dahulu membuat kode billing (MAP-KJS 411128-402). Penyetoran dilakukan sebelumakta, keputusan, kesepakatan, atau risalah lelang atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan ditandatangani oleh pejabat yang berwenang. Dalam hal yang dialihkan adalah Rumah Sederhana dan Rumah Susun Sederhana yang mendapat pembebasan PPN maka tarifnya adalah 1%.
  2. Mengajukan permohonan penelitian formal atas bukti pemenuhan kewajiban penyetoran Pajak Penghasilan ke Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi lokasi tanah dan/atau bangunan (PER-26/PJ/2018). Permohonan dilakukan dengan menggunakan surat permohonan Lampiran IA PER-26/PJ/2018 dengan dilampiri daftar pembayaran Pajak Penghasilan dalam bentuk dokumen fisik (hardcopy) dan dokumen elektronik (softcopy) sesuai dengan format dalamLampiran IB PER-26/PJ/2018.
  3. Mengambilsendiri Surat Keterangan Penelitian Formal Bukti Pemenuhan Kewajiban Penyetoran Pajak Penghasilan atau Surat Pemberitahuan Permohonan Penelitian Tidak Lengkap dan/atau Tidak Sesuai di Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi lokasi tanah dan/atau bangunan dalam jangka waktu:
    • Paling lama 3 (tiga) hari kerja jika jumlah bukti pembayaran dalam daftar pembayaran pajak penghasilan paling banyak 10 buah.
    • Paling lama 10 hari kerja jika jumlah bukti pembayaran dalam daftar pembayaran pajak penghasilan lebih dari 10 buah.
Baca Juga :  PERATURAN PPN BARANG TIDAK BERWUJUD 60/PMK.03/2022

Jasa Konstruksi

Objek PPh Pasal 4 ayat (2) atas Jasa Konsruksi adalah penghasilan dari :

  1. layanan jasa konsultasi perencanaan pekerjaan konstruksi,
  2. layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan
  3. layanan jasa konsultasi pengawasan pekerjaan konstruksi.

Tarif jasa konstruksi:

  1. Pelaksana Konstruksi:
    1. 2%: kualifikasi usaha kecil;
    2. 4%: tidak punya kualifikasi;
    3. 3%: kualifikasi selain kecil (menengah & besar)
  2. Perencanaan/Pengawasan Konstruksi:
    1. 4%: punya kualifikasi usaha;
    2. 6%: tidak punya

Dividen yang Diterima Orang Pribadi

Jika Anda membayarkan Dividen kepada Orang Pribadi, maka yang harus Anda lakukan adalah:

  1. melakukan pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) sebesar 10% saat dividen disediakan untuk dibayarkan dan membuat bukti potong PPh Pasal 4 ayat (2) melalui aplikasi e-spt PPh pasal 4 ayat (2)
  2. melakukan penyetoran PPh dengan terlebih dahulu membuat kode billing (MAP-KJS 411128-419). Penyetoran dilakukan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.
  3. melakukan pelaporan PPh Pasal 4 ayat (2) dengan menggunakan aplikasi e spt pph melalui djponline.pajak.go.id atau ASP paling lama tanggal 20 bulan berikutnya.

Jika Anda menerima Dividen, maka yang harus Anda lakukan adalah memastikan bahwa Anda menerima bukti potong PPh Pasal 4 ayat (2). Untuk seterusnya disimpan dan dijadikan salah satu bahan untuk melakukan pengisian Lampiran III SPT Tahunan PPh OP tahun Pajak tersebut.

Hadiah Undian

Jika Anda sebagai penyelenggara undian memberikan hadiah undian kepada peserta kegiatan, maka yang harus Anda lakukan adalah:

  1. melakukan pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) sebesar 25% dari nilai hadiah undian. Nilai hadiah undian adalah nilai uang atau nilai pasar apabila hadiah tersebut diserahkan dalam bentuk natura misalnya mobil.
  2. membuat bukti potong PPh Pasal 4 ayat (2) melalui aplikasi e-spt PPh pasal 4 ayat (2)
  3. melakukan penyetoran PPh dengan terlebih dahulu membuat kode billing (MAP-KJS 411128-405). Penyetoran dilakukan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.
  4. melakukan pelaporan PPh Pasal 4 ayat (2) dengan menggunakan aplikasi e spt pph melalui djponline.pajak.go.id atau ASP paling lama tanggal 20 bulan berikutnya.

Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu

Jika Anda adalah WP yang pada tahun pajak 2017 dan 2018 mempunyai penghasilan dari usaha yang nilainya tidak lebih dari Rp.4.800.000.000,00 setahun, maka yang harus anda lakukan adalah:

  1. Memilih untuk dikenakan PPh Pasal 25 dengan tarif umum PPh yang bersifat tidak final atau memilih untuk dikenakan PPh yang bersifat final sebesar 0,5% per bulan dari jumlah pruto penghasilan sebulan.
  2. Dalam hal Anda memilih untuk dikenakan PPh Pasal 25 dengan tarif umum PPh yang bersifat tidak final, maka yang harus Anda lakukan adalah menyampaikan Surat Keterangan paling lambat pada akhir Tahun Pajak dan Anda dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan Ketentuan Umum Pajak Penghasilan mulai Tahun Pajak berikutnya.
  3. Dalam hal Anda memilih untuk dikenakan PPh yang bersifat final sebesar 0,5% per bulan, maka yang harus anda lakukan adalah:
    1. Mengajukan permohonan Surat Keterangan PP 23 ke KPP tempat Anda terdaftar
    2. Untuk selanjutnya dalam hal bertransaksi dengan pemotong pajak, maka Anda dapat menyerahkan fotokopi Surat Keterangan agar dapat dipotong PPh Final sebesar 0,5% oleh pemotong pajak
    3. Menerima fotokopi bukti penyetoran PPh (SSP) dari pemotong Pajak. Yang harus diperhatikan adalah bukti pembayarannya adalah atas nama dan NPWP Anda sebagai pihak yang menerima penghasilan.
    4. Menghitung jumlah peredaran usaha dalam satu bulan dan memastikan jumlah penyetoran PPh nya adalah 0,5% dari jumlah peredaran usaha dalam satu bulan.
  4. Dalam hal Anda menggunakan jasa atau membeli barang dari Wajib Pajak yang mempunyai Surat Keterangan PP 23, maka yang harus Anda lakukan adalah:
    1. Membuat kode billing dengan nama dan NPWP pihak yang menerima penghasilan
    2. Memberikan fotokopi bukti penyetoran PPh kepada pihak yang menerima penghasilan

e. PPh Final berdasarkan PP No.23 Tahun 2018

Pada bulan Juli tahun 2018, Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 tentang? (“PP No.23/2018) tentang Pajak Penghasilan atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh wajib pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu. Peraturan ini memberikan fasilitas berupa keringanan pajak penghasilan bagi wajib pajak yang memiliki peredaran usaha dibawah Rp4,8 miliar, yaitu tarif PPh sebesar 0,5% dari peredaran bruto setiap bulan yang dibayarkan setiap bulan.

Perusahaan dapat memanfaatkan fasilitas ini selama 4 tahun bagi perusahaan berbentuk persekutuan komanditer atau firma dan 3 tahun bagi perusahaan berbentuk perseroan terbatas, yang terhitung sejak awal tahun 2018 bagi perusahaan yang telah terdaftar sebelum 1 Juli 2018 atau sejak perusahaan terdaftar bagi perusahaan yang terdaftar setelah 1 Juli 2018.

Namun, yang perlu digarisbawahi adalah tidak semua perusahaan dapat memanfaatkan keringanan ini.
Menurut PP No. 23/ 2018, perusahaan yang tidak dapat memanfaatkan fasilitas ini adalah perusahaan berbentuk persekutuan komanditer atau firma yang menyerahkan jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas. Ketentuan yang terdapat dalam PP No.23/2018 ini merupakan fasiltas yang diberikan oleh pemerintah, sehingga perusahaan yang memiliki peredaran bruto di bawah Rp4,8 miliar memiliki hak untuk memilih apakah akan menggunakan fasilitas tarif 0,5% atau menggunakan tarif PPh Badan sesuai Pasal 17 UU PPh (undang-undang nomor berapa tahun berapa).

f. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

UU PPN mendefinisikan Pengusaha Kena Pajak (PKP) sebagai pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) yang dikenai pajak sesuai dengan Undang-Undang PPN. Dalam peraturan tersebut, pengusaha wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP bila melakukan penyerahan BKP/JKP di dalam daerah pabean atau melakukan ekspor BKP, JKP, dan ekspor BKP tidak berwujud.

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 197/PMK.03/2013 tentang Batasan Pengusaha Kecil PPN, pengusaha yang wajib menjadi PKP adalah pengusaha yang dalam satu tahun buku memiliki omzet minimal Rp4,8 miliar. Namun, meskipun pengusaha belum mencapai omzet tersebut, pengusaha dapat mengajukan permohonan sebagai PKP.

  1. Hak PKP atas PPN

Apabila Anda sebagai pengusaha telah dikukuhkan sebagai PKP, maka terdapat hak yang dapat Anda terima sebagai PKP. Hak PKP atas PPN adalah:

  • Dapat melakukan pengkreditan pajak masukan/pembelian atas BKP/JKP.
  • Dapat mengajukan restitusi jika pajak masukan lebih besar dari pajak keluaran/penjualan dan juga berhak atas kompensasi kelebihan pajak.
  • Dapat mengajukan kompensasi kelebihan pajak berdasarkan laporan dan pembukuan sesuai keadaan sebenarnya.
  1. Kewajiban PKP atas PPN

Selain menerima hak, Anda sebagai PKP juga memiliki kewajiban sebagai berikut:

  • Melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP jika sudah memiliki omzet mencapai Rp4,8 miliar dalam satu tahun buku.
  • Memungut PPN dan PPnBM terutang.
  • Menyetorkan PPN yang masih harus dibayar dalam hal pajak keluaran lebih besar dari pajak masukan yang bisa dikreditkan.
  • Menyetorkan PPnBM terutang.
  • Melaporkan penghitungan pajak ke dalam SPT Masa PPN.
  • Menerbitkan faktur pajak atas setiap penyerahan BKP/JKP.
  1. Keunggulan menjadi PKP

Beberapa keunggulan yang didapatkan jika menjadi PKP adalah sebagai berikut:

  • Bila wajib pajak menjadi PKP, maka pengusaha akan dianggap telah memiliki sistem yang legal secara hukum karena tertib membayar pajak.
  • Status PKP dapat meningkatkan kepercayaan dari mitra perusahaan terhadap status dan reputasi pengusaha atau wajib pajak.
  • Pengusaha yang sudah dikukuhkan sebagai PKP juga dapat melakukan transaksi jual-beli dengan bendaharawan pemerintah maupun ikut serta dalam pengadaan barang dan jasa.
  1. Konsekuensi atas Status PKP

Setelah dikukuhkan menjadi PKP, kedisiplinan dan ketertiban dalam melaporkan faktur pajak dan SPT Masa PPN menjadi prioritas utama Anda. Peraturan terkait pelaporan PPN mengakibatkan adanya sanksi administrasi. PKP dapat dikenakan sanksi berupa administrasi seperti denda dan/atau bunga hingga sanksi pidana apabila terlambat membuat faktur pajak dan pelaporan SPT Masa.

Kemudahan layanan e-Faktur memungkinkan Anda untuk membuat faktur secara online. Pelaporan SPT dapat menggunakan aplikasi layanan pajak yang telah disediakan oleh Ditjen Pajak maupun ASP mitra resmi DJP. Selain prosesnya mudah, wajib pajak dapat langsung mengunggah dokumen CSV dan PDF. Wajib pajak memperoleh arsip pembayaran dan pelaporan pajak yang rapi dan sangat mudah diperiksa statusnya.

SPT Masa dan Tahunan wajib dilaporkan tepat waktu, sehingga status PKP Anda bisa dipertahankan karena Anda menjadi wajib pajak yang taat.

Untuk mengetahui serba-serbi seputar PPN, Anda dapat mengakses https://pajak.go.id/index-belajar-pajak pada segmen Pajak Pertambahan Nilai.

Fasilitas dan Objek PPN Tertentu

Fasilitas PPN yang diberikan oleh Pemerintah terdiri dari:

  1. Pengenaan tarif 0%.
  2. Tidak dikenakan pungutan PPN.
  3. Pembebasan PPN.
  4. PPN terutang tidak dipungut PPN.

Objek PPN tertentu terdiri dari:

  1. PPN atas kegiatan membangun sendiri (Pasal 16 C)
  2. PPN atas penjualan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan (Pasal 16 D)
  3. PPh Pasal 22

g. PPh Pasal 22

Wajib Pajak Badan tertentu melakukan pemungutan Pajak Penghasilan untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam pengumpulan dana melalui sistem pembayaran pajak. Ketentuan ini tertuang dalam Pasal 22 Undang-Undang Pajak Penghasilan 1984. Pemungutan PPh Pasal 22 dilakukan atas:

Impor dan Ekspor

Jika Anda melakukan kegiatan impor, maka hal-hal yang harus Anda perhatikan adalah :

  1. menyiapkan dokumen impor yang disyaratkan oleh Ditjen Bea dan Cukai
  2. melakukan penyetoran PPh Pasal 22 impor sesuai dengan perhitungan dengan kode billing yang dibuat oleh Ditjen Bea dan Cukai bersamaan dengan pelunasan bea masuk
  3. menyimpan bukti pemungutan PPh Pasal 22 untuk dikreditkan dalam SPT Tahunan PPh

Jika Anda melakukan ekspor berupa komoditas tambang batubara, mineral logam, mineral bukan logam sesuai uraian barang dan pos tarif Harmonized System, maka hal-hal yang harus Anda perhatikan  adalah:

  1. menyiapkan dokumen ekspor yang disyaratkan oleh Ditjen Bea dan Cukai
  2. melakukan penyetoran PPh Pasal 22 ekspor sesuai dengan perhitungan dan kode billing yang dibuat oleh Ditjen Bea dan Cukai, yang terutang dan disetorkan bersamaan dengan saat penyelesaian dokumen pemberitahuan pabean atas ekspor
  3. mengisi Lembar Lanjutan Pemberitahuan Ekspor Barang sesuai ketentuan kepabeanan yang berlaku, dengan ketentuan sebagai berikut:
    • dalam kolom Jenis Dokumen diisi dengan Surat Setoran Pajak atau SSP;
    • dalam kolom Nomor Dokumen diisi dengan Nomor Transaksi Penerimaan Negara yang tertera dalam Surat Setoran Pajak; dan
    • dalam kolom Tanggal Dokumen diisi dengan tanggal Nomor Transaksi Penerimaan Negara
  4. menyerahkan asli lembar ke-5 Surat Setoran Pajak yang telah tertera Nomor Transaksi Penerimaan Negara sebagai dokumen pelengkap pemberitahuan pabean ekspor.
  5. menyimpan bukti pemungutan PPh Pasal 22 untuk dikreditkan dalam SPT Tahunan PPh.

Penjualan kepada Badan Tertentu

Jika Anda melakukan transaksi penjualan kepada BUMN atau badan usaha tertentu yang dimiliki secara langsung oleh BUMN, sepanjang pembelian bahan/barang oleh BUMN atau badan usaha tertentu yang dimiliki secara langsung oleh BUMN tersebut berhubungan dengan kegiatan usahanya baik secara langsung maupun tidak langsung, maka hal-hal yang harus diperhatikan adalah:

  1. BUMN atau badan usaha tersebut akan melakukan pemungutan atas transaksi penjualan yang Anda lakukan dengan tarif 1,5%  dari nilai transaksi
  2. meminta dan menyimpan bukti pemungutan PPh Pasal 22 untuk dikreditkan dalam SPT Tahunan PPh.

Badan usaha tertentu yang dimiliki secara langsung oleh BUMN meliputi: PT Pupuk Sriwidjaja Palembang, PT Petrokimia Gresik, PT Pupuk kujang, PT Pupuk Kalimantan Timur, PT Pupuk Iskandar Muda, PT Telekomunikasi Selular, PT Indonesia Power, PT Pembangkitan Jawa-Bali, PT Semen Padang, PT Semen Tonasa, PT Elnusa Tbk, PT Krakatau Wajatama, PT Rajawali Nusindo, PT Wijaya Karya Beton Tbk, PT Kimia Farma Apotek, PT Kimia Farma Trading & Distribution, PT Badak Natural Gas Liquefaction, PT Tambang Timah, PT Terminal Petikemas Surabaya, PT Indonesia Comnets Plus, PT Bank Syariah Mandiri, PT Bank BRI Syariah, dan PT Bank BNI Syariah.

Baca Juga :  Pengurangan dan Penghapusan Sanksi Administrasi-Pajak

Namun demikian, tidak semua transaksi dengan BUMN dan badan usaha tertentu seperti yang disebutkan di atas terutang PPh Pasal 22. Berikut daftar transaksi dengan BUMN dan badan usaha tertentu yang dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22:

  1. pembayaran yang dilakukan oleh pemungut pajak yang jumlahnya paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah;
  2. pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, bahan bakar gas, pelumas, benda-benda pos dan pemakaian air dan listrik;
  3. pembayaran untuk pembelian minyak bumi, gas bumi, dan/atau produk sampingan dari kegiatan usaha hulu di bidang minyak dan gas bumi yang dihasilkan di Indonesia dari kontraktor yang melakukan eksplorasi dan eksploitasi berdasarkan kontrak kerja sama atau kantor pusat kontraktor yang melakukan eksplorasi dan eksploitasi berdasarkan kontrak kerja sama;
  4. pembayaran untuk pembelian panas bumi atau listrik hasil pengusahaan panas bumi dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha di bidang usaha panas bumi berdasarkan kontrak kerja sama pengusahaan sumber daya panas bumi;

Penjualan kepada Industri Tertentu

Penjualan kepada perusahaan atau eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan .

Jika Anda melakukan penjualan kepada industri atau eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan, maka hal-hal yang harus diperhatikan adalah :

  1. Industri atau eksportir tersebut akan melakukan pemungutan atas pembelian bahan-bahan berupa hasil kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan yang belum melalui proses industri manufaktur  dengan tarif sebesar 0,25% dari nilai transaksi tidak termasuk PPN; dan
  2. Meminta dan menyimpan bukti pemungutan PPh Pasal 22 untuk dikreditkan dalam SPT Tahunan PPh.

Adapun batasan nilai transaksi dengan badan usaha dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan dan perikanan adalah penjualan yang tidak melebihi Rp20.000.000 (dua puluh juta rupiah) tidak termasuk PPN dan bukan merupakan jumlah yang terpecah-pecah.

Penjualan komoditas  tambang batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam

Jika Anda  Badan atau orang pribadi yang memilki izin usaha pertambangan, dan melakukan transaksi penjualan kepada industri atau badan usaha komoditas tambang batu bara, mineral logam dan mineral bukan logam, maka hal-hal yang harus diperhatikan adalah :

  1. Badan usaha tersebut akan melakukan pemungutan PPh Pasal 22 dengan tarif 1,5% dari nilai transaksi tidak termasuk PPN;
  2. Meminta dan menyimpan bukti pemungutan PPh Pasal 22 untuk dikreditkan dalam SPT Tahunan PPh

Pembelian dari Industri atau Pengusaha Tertentu

Pembelian semen, kertas, baja, otomotif, dan obat-obatan oleh distributor

Jika Anda merupakan distributor barang-barang berupa: semen, kertas, baja, otomotif, dan obat-obatan, maka atas transaksi pembelian barang-barang tersebut kepada badan usaha terkait akan terutang PPh Pasal 22 sebesar :

  1. semen : 0,25% x DPP PPN
  2. kertas : 0,1% x DPP PPN
  3. baja : 0,3% x DPP PPN
  4. otomotif : 0,45% x DPP PPN
  5. obat-obatan : 0,3% x DPP PPN

Pembelian bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas dari produsen atau importir terkait

Jika anda penyalur/agen BBM, BBG dan pelumas (non SPBU atau SPBU non pertamina) dan melakukan pembelian kepada produsen atau importir BBM, BBG dan pelumas, maka hal-hal yang perlu diperhatikan adalah:

  1. atas pembelian BBM, BBG dan pelumas produsen atau importir di atas akan melakukan pemungutan PPh Pasal 22 sebesar 0,3% dari nilai transaksi tidak termasuk PPN
  2. pemungutan PPh Pasal 22 atas pembelian BBM dan BBG bersifat final, sehingga tidak dapat dikreditkan pada SPT Tahunan PPh
  3. pemungutan PPh Pasal 22 atas pembelian pelumas, dapat dikreditkan dalam SPT Tahunan PPh Pasal 22, sehingga Anda perlu menyimpan bukti pemungutan PPh Pasal 22
  4. PPh Pasal 22 terutang dan dipungut pada saat surat perintah pengeluaran barang (delivey order)

Jika anda bukan penyalur/agen BBM, BBG dan pelumas (non SPBU atau SPBU non pertamina) dan melakukan pembelian kepada produsen atau importir BBM, BBG dan pelumas, maka hal-hal yang perlu diperhatikan adalah:

  1. atas pembelian BBM, BBG dan pelumas produsen atau importir di atas akan melakukan pemungutan PPh pasal 22 sebesar 0,3% dari nilai transaksi tidak termasuk PPN
  2. pemungutan PPh Pasal 22 atas pembelian BBM, BBG dan pelumas, dapat dikreditkan dalam SPT Tahunan PPh Pasal 22, sehingga Anda perlu menyimpan bukti pemungutan PPh Pasal 22
  3. PPh Pasal 22 terutang dan dipungut pada saat surat perintah pengeluaran barang (delivery order)

Pembelian kepada Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan importir umum kendaraan bermotor

Jika Anda melakukan pembelian kendaraan bermotor kepada ATPM, APM, dan importir kendaraan bermotor, maka hal-hal yang perlu diperhatikan adalah:

  1. ATPM, APM, dan importir kendaraan bermotor akan memungut PPh Pasal 22 dengan tarif 0,45% dari harga barang tidak termasuk PPN
  2. meminta dan menyimpan bukti pemungutan PPh Pasal 22 untuk dikreditkan dalam SPT Tahunan PPh

Pembelian Barang yang tergolong sangat mewah

Jika Anda melakukan pembelian barang-barang sebagai berikut :

  1. pesawat terbang pribadi dan helikopter pribadi;
  2. kapal pesiar, yacht, dan sejenisnya
  3. rumah beserta tanahnya, dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih dari Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) atau luas bangunan lebih dari 400m2 (empat ratus meter persegi)
  4. apartemen, kondominium, dan sejenisnya, dengan harga jual atau pengalihannya lebih dari Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) atau luas bangunan lebih dari 150m2 (seratus lima puluh meter)
  5. kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang berupa sedan, jeep, sport utility vehicle (suv), multi purpose vehicle (mpv), minibus, dan sejenisnya, dengan harga jual lebih dari Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) atau dengan kapasitas silinder lebih dari 3.000cc
  6. kendaraan bermotor roda dua dan tiga, dengan harga jual lebih dari Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) atau dengan kapasitas silinder lebih dari 250cc

badan usaha yang melakukan penjualan akan melakukan pemungutan PPh Pasal 22 dengan tarif 5% dari harga jual tidak termasuk PPN untuk barang-barang non bangunan (nomor 1,2,5 dan 6)  dan harga dasar, yaitu harga tunai tidak termasuk PPN dan PPnBM untuk  bangunan (nomor 3 dan 4).

Pembelian Emas Batangan

Jika Anda melakukan pembelian emas batangan di seluruh cabang Antam Logam Mulia, maka atas pembelian emas tersebut, dikenakan PPh Pasal 22 dengan tarif 0,45%. Pemungutan PPh Pasal 22 ini tidak bersifat final, sehingga Anda perlu meminta dan menyimpan bukti pemungutan PPh Pasal 22 untuk dikreditkan dalam SPT Tahunan PPh.

H.PPh Pasal 15

Pemotongan PPh Pasal 15 dilakukan atas:

  1. Pelayaran Dalam Negeri
  2. Pelayaran /Penerbangan Luar Negeri
  3. Penerbangan Dalam Negeri

Pelayaran Dalam Negeri

Jika Anda menjalankan usaha pelayaran dalam negeri yang menyewakan kapal atau mengangkut barang dan/atau orang dari pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan lain di Indonesia, atau dari pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan lain di luar Indonesia dan sebaliknya, atau dari pelabuhan di luar Indonesia ke pelabuhan lain di luar Indonesia, maka hal-hal yang harus diperhatikan adalah:

  1. pihak penyewa akan melakukan pemotongan PPh Pasal 15 sebesar : 30% dari perkiraan penghasilan neto. Sedangkan perkiraan penghasilan neto perusahaan pelayaran adalah sebesar 4% dari peredaran  bruto. Sehingga penghitunganPPh Pasal 15 adalah 1,2% x peredaran bruto;
  2. meminta bukti pemotongan PPh Pasal 15 final;
  3. melaporkan seluruh penghasilan yang diterima dalam suatu tahun buku ke dalam SPT Tahunan PPh, dan melampirkan daftar pemotongan PPh Pasal 15 yang telah dipotong final.
  4. dalam hal pihak Penyewa tidak melakukan pemotongan atas PPh Pasal 15 atau bukan Pemotong Pajak, maka Anda harus melakukan penyetoran sendiri PPh Pasal 15 yang terutang dengan formula perhitungan seperti yang telah dijelaskan di atas, paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya, dan melaporkan SPT PPh Pasal 15 paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya;
  5. Anda tidak perlu melakukan pembayaran PPh Pasal 25 setiap bulannya

Jika Anda orang pribadi /badan yang menyewa kapal dari perusahaan pelayaran dalam negeri, maka hal-hal yang harus diperhatikan adalah :

  1. melakukan pemotongan PPh Pasal 15 sebesar 1,2% dari peredaran bruto yang dibayarkan ke perusahaan pelayaran dalam negeri
  2. menyetorkan PPh Pasal 15 yang telah dipotong ke kas negara paling lambat tanggal 10 bulan beikutnya, setelah sebelumnya membuat kode billing terlebih dahulu dengan Kode MAP 411128 dan kode jenis setoran 410

Pelayaran /Penerbangan Luar Negeri

Subjek dari pengenaan PPh Pasal 15 atas pelayaran atau penerbangan luar negeri adalah wajib pajak yang bertempat kedudukan di luar negeri yang melakukan usaha melalui Bentuk Usaha Tetap (BUT) di Indonesia

Apabila Anda mewakili wajib pajak BUT di Indonesia yang memiliki kapal untuk pelayaran atau pesawat untuk penerbangan, maka hal-hal yang harus diperhatikan adalah :

  1. pihak penyewa akan melakukan pemotongan PPh Pasal 15 sebesar : 2,64% dari peredaran  bruto.
  2. meminta bukti pemotongan PPh Pasal 15 ;
  3. melaporkan seluruh penghasilan yang diterima dalam suatu tahun buku ke dalam SPT Tahunan PPh, dan melampirkan daftar pemotongan PPh Pasal 15 yang telah dipotong final.
  4. dalam hal pihak Penyewa tidak melakukan pemotongan atas PPh Pasal 15 atau bukan Pemotong Pajak, maka Anda harus melakukan penyetoran sendiri PPh Pasal 15 yang terutang dengan formula perhitungan seperti yang telah dijelaskan di atas, paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya, dan melaporkan SPT PPh Pasal 15 paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya;
  5. Anda tidak perlu melakukan pembayaran PPh Pasal 25 setiap bulannya

Jika Anda pemilik kapal/pesawat atau yang mewakilinya, namun tidak memilki BUT untuk menjalankan kegiatan usaha di Indonesia, maka beralaku ketentuan seperti pasal 26 UU PPh.

Jika Anda menyewa kapal/pesawat pelayaran / penerbangan luar negeri, maka hal-hal yang harus dipehatikan:

  1. melakukan pemotongan PPh Pasal 15 sebesar 2,64% dari peredaran bruto yang dibayarkan ke perusahaan pelayaran dalam negeri
  2. peredaran bruto dihitung dari perjanjian charter angkutan dari pelabuhan Indonesia ke pelabuhan lain di Indonesia dan dari pelabuhan Indonesia ke pelabuhan luar Indonesia. Dengan demikian, atas angkutan dari luar pelabuhan Indonesia ke pelabuhan di Indonesia tidak terutang PPh Pasal 15

menyetorkan PPh Pasal 15 yang telah dipotong ke kas negara paling lambat tanggal 10 bulan beikutnya, setelah sebelumnya membuat kode billing terlebih dahulu dengan Kode MAP 411128 dan kode jenis setoran 411

Penerbangan Dalam Negeri

Jika Anda pemilik perusahaan penerbangan yang bertempat kedudukan di Indonesia (SPDN Badan) yang memperoleh penghasilan berdasarkan perjanjian charter maka hal-hal yang harus diperhatikan :

  1. pihak penyewa akan melakukan pemotongan PPh Pasal 15 sebesar : 1,8%  dari peredaran  bruto.
  2.  meminta dan menyimpan bukti pemotongan PPh Pasal 15 ;
  3. melaporkan seluruh penghasilan yang diterima dalam suatu tahun buku ke dalam SPT Tahunan PPh, dan mengkreditkan PPh Pasal 15 yang telah dipotong dalam SPT Tahunan PPh.
  4. dalam hal pihak Penyewa tidak melakukan pemotongan atas PPh Pasal 15 atau bukan Pemotong Pajak, maka Anda harus melakukan penyetoran sendiri PPh Pasal 15 yang terutang dengan formula perhitungan seperti yang telah dijelaskan di atas, paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya, dan melaporkan SPT PPh Pasal 15 paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya;

Jika Anda menyewa pesawat charter milik wajib pajak orang pribadi, dan Anda bertindak sebagai Pemotong Pajak, maka hal-hal yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut :

  1. melakukan pemotongan PPh Pasal 15 sebesar 1,8% dari peredaran bruto yang dibayarkan ke perusahaan penerbangan dalam negeri
  2. memberikan bukti pemotongan PPh Pasal 15 kepada perusahaan jasa penerbangan dalam negeri untuk dikreditkan dalam SPT Tahunan PPh nya
  3. peredaran bruto dihitung dari perjanjian charter angkutan dari pelabuhan Indonesia ke pelabuhan lain di Indonesia dan dari pelabuhan Indonesia ke pelabuhan luar Indonesia. Dengan demikian, atas angkutan dari luar pelabuhan Indonesia ke pelabuhan di Indonesia tidak terutang PPh Pasal 15
  4. menyetorkan PPh Pasal 15 yang telah dipotong ke kas negara paling lambat tanggal 10 bulan beikutnya, setelah sebelumnya membuat kode billing terlebih dahulu dengan Kode MAP 411129 dan kode jenis setoran 101

Sumber : www.pajak.go.id

Baca Juga Informasi Lainnya disni

Aplikasi Keuangan Terlengkap dan Mudah dalam Menggunakannya berbasis shofware yang sopport berbagai jenis komputer dan laptop Download dsini, mempermudah dalam pengendalian kewajiban perpajakan.

Baca Juga :

  1. Aspek Perpajakan Bunga Deposito dan Tabungan
  2. Aspek Perpajakan Jasa Angkutan Udara
  3. Aspek Perpajakan Angkutan Umum Air
  4. Kewajiban Perpajakan Sewa Alat Berat
  5. Kewajiban Perpajakan Jasa Angkutan Darat
  6. Kewajiban Perpajakan Jasa Ekspedisi
  7. ASPEK PERPAJAKAN JASA KONSTRUKSI
  8. Contoh Perhitungan PPN Secara Jabatan
  9. Contoh Perhitungan Pengurangan Angsuran PPh Pasal 25 Tahun 2020
  10. Panduan Lengkap Perhitungan Pajak Penghasilan PPh 21 untuk Pemula
  11. Perhitungan PPh Badan Omset lebih dari 4,8M dan/atau Omset kurang dari 50M setahun

Share :

Baca Juga

UU HPP Cluster KUP

Informasi Pajak

UU HPP Cluster KUP

Informasi Pajak

Natura Tidak Termasuk Objek Pajak
Surat Ketetapan Pajak (SKP)

Informasi Pajak

Ketetapan Pajak (SKP) Bisa di ubah loe…??
Restitusi Wajib Pajak

Informasi Pajak

Restitusi Wajib Pajak Kreteria Tertentu
Bentuk Usaha Tetap (BUT)

Informasi Pajak

Bentuk Usaha Tetap (BUT)
Pemeriksaan Pajak

Informasi Pajak

PEMERIKSAAN PAJAK
Biaya Leasing Menurut Perpajakan

Informasi Pajak

Biaya Leasing Menurut Perpajakan
Metode Pencatatan Persediaan Menurut Pajak

Informasi Pajak

Metode Pencatatan Persediaan Barang Dagang