Koreksi Fiskal Positif dan Negatif merupakan penyesuaian pada laporan laba rugi secara fiskal, yang timbul saat penyusunan Laporan SPT Tahunan.
Koreksi Fiskal Positif dan Negatif
Fungsi dari akuntansi perpajakan, salah satunya adalah agar bisa mengoreksi laba yang terdapat di dalam laporan komersial menjadi laba fiskal. Pasalnya, ada sejumlah perbedaan pengakuan antara pendapatan dan biaya berdasarkan PSAK dan aturan perpajakan di Indonesia.
Perbedaan perhitungan pada pendapatan dan biaya dilakukan penyesuaian di dalam penyusunan SPT Tahunan dengan cara melakukan koreksi fiskal menurut peraturan perpajakan.
Koreksi fiskal ini akan muncul dari adanya perbedaan penempatan ataupun pengakuan penghasilan dan juga biaya di dalam laporan keuangan akuntansi komersial dengan akuntansi perpajakan. Koreksi fiskal sendiri sebenarnya sudah diatur di dalam Undang-undang no. 36 tentang PPh Koreksi fiskal.
Koreksi Positif
Koreksi fiskal positif terjadi karena ada berbagai biaya yang tidak diperkenankan oleh perpajakan, seperti yang sudah diatur dalam Pasal 9 UU PPh.
Jenis koreksi fiskal
- Biaya yang dikeluarkan atau dibebankan untuk keperluan pribadi wajib pajak atau orang lain yang menjadi tanggungannya.
- Dana cadangan wajib pajak.
- Imbalan atau penggantian yang berkaitan dengan jasa atau pekerjaan yang diberikan dalam wujud kenikmatan atau natura.
- Jumlah yang sudah melebihi batas kewajaran yang diberikan kepada pihak yang memiliki hubungan tertentu berkaitan dengan pekerjaan yang dilakukan.
- Harta yang dihibahkan, sumbangan, ataupun bantuan.
- Pajak Penghasilan.
- Upah atau gaji yang diberikan pada pemilik.
- Sanksi atau denda administrasi.
- Amortisasi komersial atau selisih penyusutan di atas amortisasi atau penyusutan fiskal.
- Biaya untuk menagih, memperoleh, dan memelihara penghasilan yang akan dikenakan PPh final dan penghasilan yang tidak tergolong dalam objek pajak.
- Penyesuaian fiskal positif lain yang tidak dari berbagai hal yang sudah disebutkan di atas.
Pada intinya, tujuan dari adanya koreksi fiskal adalah agar bisa menambah laba komersial ataupun laba Penghasilan Kena Pajak atau PKP.
Sehingga, koreksi fiskal positif akan bisa menambahkan pendapatan dan mengurangi ataupun mengeluarkan berbagai biaya yang harus diakui secara fiskal.
Koreksi Negatif
Koreksi fiskal negatif membuat laba kena pajak akan menjadi berkurang atau terkena pengurangan PPh terutang. Karena, pendapatan perusahaan lebih tinggi daripada pendapatan fiskal, dan berbagai biaya komersial yang lebih rendah daripada biaya fiskal.
Jenis Koreksi Fiskal Negatif
- Penghasilan yang sudah dikenakan PPh Final
- Penghasilan yang diperoleh dari undian atau hadiah
- Penghasilan yang didapat dari transaksi sekuritas dan saham, transaksi derivatif yang diperjualbelikan di bursa saham, dan kegiatan penjualan saham ataupun pengalihan penyertaan modal atas perusahaan pasangannya serta diterima oleh perusahaan modal ventura.
- Penghasilan yang diperoleh dari adanya transaksi pengalihan harta dalam bentuk tanah atau bangunan, usaha real estate, usaha jasa konstruksi, dan sewa tanah atau bangunan.
- Penghasilan yang diperoleh dari wajib pajak khusus yang tergolong dalam kriteria PP Nomor 46 Tahun 2013 yang selanjutnya diperbarui melalui Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018.
- Penghasilan yang tidak termasuk dalam objek pajak.
- Harta hibah.
- Harta yang tergolong dalam setoran tunai dan diterima oleh perusahaan sebagai pengganti penyertaan modal atau pengganti saham.
- Imbalan atau penggantian yang berkaitan dengan jasa atau pekerjaan yang diterima oleh wajib pajak atau pemerintah.
- Pembayaran dari perusahaan asuransi pada orang pribadi yang berkaitan dengan asuransi jiwa, asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi dwiguna, dan juga asuransi beasiswa.
- Iuran yang diperoleh atau diterima dana pensiun yang mana pendiriannya sudah terdaftar di Menteri Keuangan.
- Penghasilan yang diperoleh dari modal yang diinvestasikan oleh dana pensiun dan sudah ditetapkan melalui Keputusan Menteri Keuangan.
- Laba yang diperoleh atau diterima dari perseroan komanditer, yang mana modalnya tidak terbagi atas persekutuan, saham, firma, perkumpulan, dan juga kongsi, termasuk pemilik unit penyertaan kontrak investasi yang sifatnya kolektif.
- Sisa lebih yang diterima oleh lembaga atau badan nirlaba yang bergerak dalam masalah pendidikan atau penelitian dan pengembangan, yang kembali ditanamkan dalam wujud sarana dan prasarana kegiatan pendidikan atau penelitian dan pengembangan, dalam kurun waktu minimal 4 tahun semenjak diterimanya sisa lebih.
- Santunan ataupun bantuan yang diberikan oleh pihak Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada pihak Wajib Pajak.
- Suatu simpanan yang nilainya kurang dari jumlah dengan berdasarkan metode perhitungan yang sudah ditetapkan di dalam Pasal 10 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 terkait PPh.
- Penyusutan yang nominlah melebih jumlah penyusutan dengan menggunakan metode perhitungan yang sudah tercantum di dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 terkait PPh.
- Laba atau dividen yang diperoleh atau diterima Perseroan Terbatas atau PT sebagai wajib pajak dalam negeri, BUMN, koperasi, atau BUMD, dari adanya penyertaan modal pada badan usaha di Indonesia. Dividen bisa diterima dengan syarat dan kondisi bahwa dividen tersebut berasal dari cadangan laba ditahan.
- Untuk PT, BUMN, dan BUMD yang mendapatkan dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen, kepemilikan saham di badan yang memberikan dividen minimal 25% dari nilai modal yang sudah diberikan.
Sekian penjelasan singkat tentang Koreksi Fiskal Positif dan Negatif apabila ada yang kurang jelas, silahkan tinggalkan komentar, terimakasih.