Berikut ini Penjelasan Mengenai Metode Pencatatan Persediaan Barang Dagangan Menurut analisa perpajakan sesuai standar akuntansi berlaku untuk umum.
Dalam melaksanakan aktivitas produksinya, setiap perusahaan baik itu perusahaan jasa ataupun perusahaan manufaktur pasti mengadakan persediaan.
Perusahaan yang tidak memiliki persediaan akan dihadapkan pada resiko dua resiko, yaitu kekurangan produk pada suatu waktu membuat permintaan pelanggan tidak terpenuhi, namun persediaan yang berlebih akan membuat biaya penyimpanan relatif besar.
Oleh karena itu, persediaan harus dikelola dengan baik karena berpengaruh pada kegiatan produksi dan penjualan.
Pengertian persediaan menurut Assauri (1980),ialah suatu aktiva yang meliputi barang-barang milik perusahaan dengan maksud untuk dijual dalam suatu periode usaha yang normal,atau persediaan barang-barang yang masih dalam pengerjaan/proses produksi, ataupun persediaan bahan baku yang menunggu penggunaannya dalam suatu proses produksi.
Sedangkan menurut Rangkuti (2004), persediaan merupakan suatu aktiva yang meliputi barang-barang milik perusahaan dengan maksud untuk dijual dalam suatu periode usaha tertentu atau persediaan barang-barang yang masih dalam pengerjaan atau proses produksi, ataupun persediaan bahan baku yang menunggu penggunaannya dalam suatu proses produksi.
Dapat disimpulkan dari beberapa definisi diatas bahwa perusahaan memiliki persediaan karena persediaan adalah suatu aktiva yang sangat mahal, aktiva dalam perusahaan ini dapat langsung dijual kembali maupun diproses lebih lanjut pada saat periode tertentu.
Persediaan sangat penting artinya bagi suatu perusahaan karena persediaan tersebut menghubungkan satu operasi ke operasi selanjutnya yang berurutan dalam pembuatan suatu barang untuk kemudian disampaikan ke konsumen. Persediaan dapat dioptimalkan dengan mengadakan perencanaan produksi yang lebih baik, serta manajemen persediaan yang optimal.
Metode pencatatan perpetual (Perpetual Inventory Method)
Metode pencatatan perpetual merupakan metode dimana pencatatan dilakukan setiap waktu secara terus menerus berdasarkan transaksi pemasukan dan pengeluaran persediaan barang serta retur atas pembelian barang yang dilakukan oleh sebuah perusahaan. Metode pencatatan perpetual disebut juga sebagai metode buku yaitu dimana setiap persediaan barang masuk dan keluar selalu dicatat dalam pembukuan.
Dengan menggunakan metode pencatatan persediaan perpetual maka suatu perusahaan akan menjadi lebih mudah dalam menyusun laporan neraca dan laporan laba rugi karena dengan dilakukannya pencatatan secara berkala dalam penjurnalan maka perusahaan dapat dengan mudah mengetahui persediaan yang sebenarnya sehingga untuk mengetahui jumlah persediaan barang akhir, perusahaan tidak perlu melakukan perhitungan fisik atau stock opname pada persediaan yang tersisa atau jika ingin menjamin keakuratan pada pencatatan, perusahaan dapat melakukan perhitungan fisik pada jumlah persediaan barang akhir yang dilakukan sekali dalam setahun.
Barang-barang yang sesuai untuk diterapkan dalam metode pencatatan perpetual adalah barang-barang dengan nilai jual tinggi dan barang yang mudah untuk dicatat pemasukan dan pengeluarannya dalam gudang yaitu seperti mobil, furniture, dan peralatan rumah tangga misalnya kulkas, kompor, dan lain sebagainya.
Ciri-ciri dari metode pencatatan persediaan perpetual adalah:
Pembelian atas barang dagang atau bahan baku yang akan diproduksi kemudian akan dicatat dengan mendebet akun persediaan dan akun kas/utang dicatat dalam kredit.
Retur pembelian, biaya transportasi masuknya barang, diskon atas pembelian barang, dan pengurangan harga barang dicatat dengan mendebet akun persediaan.
Harga pokok penjualan (HPP) langsung dihitung untuk setiap transaksi yang dilakukan dan pencatatan dilakukan dengan mendebet akun harga pokok penjualan dan mengkreditkan dalam persediaan.
- Persediaan adalah akun pengendalian yang dilengkapi dengan buku besar pembantu. Buku besar pembantu tersebut berisikan catatan persediaan yang berbeda-beda sesuai dengan tiap jenis persediaannya. Catatan dalam buku besar pembantu yaitu berupa catatan kuantitas dan harga dari setiap jenis persediaan yang ada dalam persediaan tersebut.
Contoh Kasus:
Pada tanggal 1 Januari 2021, PT.A membeli 100 unit Barang dagangan dengan harga satuan Rp100.000 Sehingga Total Keseluruhan Pembelian barang dagangan tersebut Rp 10.000.000 (harga belum termasuk PPN) dibayar tunai.
Pada tanggal 1 Februari 2021, PT.A menjual 50 unit barang dagang secara tunai dengan harga jual per masing-masing unit sebesar Rp170.000 (harga belum termasuk PPN).
Jurnal Pencatatan Persediaan:
Tanggal | Metode Perpetual | Debet | Kredet |
01 Januari 2021 | Persedian Barang Dagangan | Rp10.000.000 | |
PPN Masukan | Rp1.000.000 | ||
Kas/Bank | Rp11.000.000 | ||
01 Februari 2021 | Kas/Bank | Rp9.350.000 | |
PPN Keluaran | Rp850.000 | ||
Penjualan | Rp8.500.000 | ||
01 Februari 2021 | Harga Pokok Penjualan | Rp5.000.000 | |
Persedian Barang Dagangan | Rp5.000.000 |
Tanggal | Metode Persediaan Fisik | Debet | Kredet |
01 Januari 2021 | Pembelian | Rp10.000.000 | |
PPN Masukan | Rp1.000.000 | ||
Kas/Bank | Rp11.000.000 | ||
01 Februari 2021 | Kas/Bank | Rp9.350.000 | |
PPN Keluaran | Rp850.000 | ||
Penjualan | Rp8.500.000 |
Dari Pencatatan diatas kita dapat juga menyimpulkan, sisah stock barang dagang setelah di jual atau dalam istilah pencatatan akuntansi yaitu Persediaan Ahkir sebesar Rp5.000.000,.
Jurnal Penyesuaian Pencatatan PPN Terhutang:
Tanggal | Jurnal Penyesuaian | Debet | Kredet |
01 Februari 2021 | PPN Keluaran | Rp850.000 | |
PPN Masukan | Rp850.000 |
Kesimpulan :
Dari jurnal pencatatan PPN Terhutang, PPN Terhutang atas penjualan barang dagangan, langsung di kurangkan dengan PPN Masukan saat transaski pembelian barang dagangan, sehingga nampak dari jurnal penyesuaian diatas.
Jadi PPN Masukan setelah di lakukan pencatatan jurnal penyesuaian diatas, saldo akhir dari PPN Masukan Sebesar Rp150.000, sedangkan PPN Terhutang menjadi Rp0.
Dari kesimpulan dari transaski tersebut PPN yang masih harus di bayar PT.A setelah di lakukan atau pencatatan jurnal penyesuaian di atas adalah Rp.0, atau tidak ada kewajiban PPN yang harus di bayarkan.
Baca Juga : Tata Cara Pemungutan PPN