Home / PPN

Rabu, 15 Juni 2022 - 10:10 WIB

Pengusaha Kena Pajak (PKP)

Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai (UU PPN) dan perubahannya. Pengusaha Kena Pajak (PKP) dapat berlaku bagi pengusaha kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.

Pengusaha non PKP adalah pengusaha yang belum dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak, sehingga tidak diwajibkan untuk melakukan kewajiban untuk memungut dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), meskipun kegiatan penyerahan barang/jasa yang dilakukan termasuk penyerahan BKP dan JKP.

Kegiatan Usaha PKP (Pengusaha Kena Pajak)

Pengusaha Kena Pajak adalah Orang Pribadi/Badan yang melakukan kegiatan dalam usahanya, meliputi :

  • Menghasilkan Barang Kena Pajak (BKP)
  • Melakukan usaha Jasa Kena Pajak (JKP)
  • Mengimpor atau mengekspor Barang Kena Pajak (BKP)
  • Melakukan usaha perdagangan
  • Memanfaatkan Barang Kena Pajak (BKP) tidak berwujud dari luar daerah pabean
  • Memanfaatkan Jasa Kena Pajak (JKP) dari luar daerah pabean

Pendaftaran dan Pengukuhan menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP)

Pengusaha non PKP jika ingin dikukuhkan menjadi PKP harus mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan Nomor Pokok Pengusaha Kena Pajak (NPPKP) dengan ketentuan sebagai berikut:

  • Bagi Orang Pribadi/Badan wajib mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPPKP jika peredaran usaha atau omzet nya dalam 1 tahun telah mencapai lebih dari Rp 4.800.000.000.
  • Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan nomor 197/PMK.03/2013 ditetapkan bahwa perusahaan yang omzetnya tidak mencapai Rp4.800.000.000 tidak diwajibkan untuk dikukuhkan menjadi PKP, pengusaha dengan penghasilan tersebut akan masuk klasifikasi pengusaha kecil Non PKP
  • Namun bagi PKP yang peredaran bruto/omzetnya di bawah Rp4.800.000.000 dalam 1 tahun, dapat mengajukan permohonan pencabutan pengukuhan sebagai PKP

Fungsi Pengukuhan menjadi PKP

  • Sebagai sarana dalam melakukan Pengawasan dalam melaksanakan administrasi perpajakan
  • Sarana dalam pemenuhan kewajiban dan hak di bidang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)
  • Sebagai identitas dari Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang bersangkutan

Yang wajib dikukuhkan menjadi PKP

  • Wajib Pajak Orang Pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas yang memenuhi ketentuan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
  • Wajib Pajak Badan yang memenuhi ketentuan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
  • Wajib Pajak sebagai Pengusaha Kecil yang memilih untuk dikukuhkan menjadi PKP;
  • Wajib Pajak sebagai Pengusaha Kecil yang tidak memilih menjadi PKP, tetapi sampai dengan satu masa pajak dalam satu tahun buku seluruh nilai peredaran bruto telah melampaui batasan yang ditentukan sebagai Pengusaha Kecil.

Objek PPN

  • Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha
  • Impor BKP dan/atau pemanfaatan JKP/BKP Tak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean
  • Ekspor BKP dan/atau JKP
  • Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan
  • Penyerahan aktiva oleh PKP yang menurut tujuan semula aktiva tersebut tidak untuk diperjualbelikan, sepanjang PPN yang dibayar pada saat perolehannya dapat dikreditkan

Barang Kena Pajak (BKP)

  • Barang Kena Pajak (BKP) merupakan barang berwujud yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak, dan barang tidak berwujud, yang dikenakan pajak berdasarkan UU PPN.
  • Pengaturan cakupan BKP dalam UU PPN bersifat “negative list”, dalam artian bahwa pada prinsipnya seluruh barang merupakan BKP, kecuali ditetapkan sebagai barang yang tidak dikenai PPN.

Barang yang Tidak Dikenai PPN (Non-BKP)

Barang tidak kena PPN merupakan istilah bagi barang-barang tertentu yang dalam penyerahannya tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Barang tidak kena PPN ini mengacu pada barang-barang yang penggunaannya menyangkut hajat hidup orang banyak.

Pada dasarnya semua barang dan jasa yang beredar di masyarakat merupakan Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP), sehingga dalam perlakuannya pasti akan dikenakan PPN. Namun, ada beberapa barang yang penggunaannya termasuk dalam barang-barang yang sangat vital, sangat diperlukan oleh khalayak umum. Sehingga, untuk barang-barang tertentu ini tidak dikenakan PPN.

 

Dasar Hukum Barang Tidak Kena PPN

Barang tidak kena PPN ini memiliki landasan hukum berupa Undang-Undang (UU) Nomor 42 Tahun 2009 tentang PPN dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM). UU No. 42/2009 secara spesifik merinci beberapa barang tidak kena PPN. Salah satunya klasifikasi barang tidak kena PPN adalah barang kebutuhan pokok.

Baca Juga :  e-SPT Masa PPh Pasal 4(2) Versi 2.1.0

Masuknya barang kebutuhan pokok sebagai barang tidak kena PPN ini tertuang dalam pasal 4A ayat (2) UU No. 42/2009. Ayat tersebut secara gamblang menyebutkan, salah satu jenis barang yang tidak dikenai PPN adalah barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh orang banyak.

Barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak ini merupakan barang yang menyangkut hajat hidup orang banyak dengan skala pemenuhan kebutuhan yang tinggi serta menjadi faktor pendukung kesejahteraan masyarakat.

Rincian Barang Kebutuhan Pokok Tidak Dikenakan PPN

Secara spesifik memang UU No. 42/2009 tidak menyebutkan apa-apa saja barang kebutuhan pokok yang masuk dalam klasifikasi barang tidak kena PPN. Maka, untuk memperjelas apa saja barang kebutuhan pokok yang masuk dalam klasifikasi barang tidak kena pajak, dikeluarkanlah Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 116/PMK.010/2017.

Dalam PMK No. 116/PMK.010/2017 rincian barang kebutuhan pokok yang masuk dalam barang tidak kena PPN antara lain:

  • beras, gabah, jagung, sagu, kedelai
  • garam, baik yang beryodium maupun yang tidak beryodium
  • daging, yaitu daging segar yang tanpa diolah, tetapi telah melalui proses disembelih, dikuliti, dipotong, didinginkan, dibekukan, dikemas atau tidak dikemas, digarami, dikapur, diasamkan, diawetkan dengan cara lain, dan/atau direbus
  • telur, yaitu telur yang tidak diolah, termasuk telur yang dibersihkan, diasinkan, atau dikemas
  • susu, yaitu susu perah baik yang telah melalui proses didinginkan maupun dipanaskan, tidak mengandung tambahan gula atau bahan lainnya, dan/atau dikemas atau tidak dikemas
  • buah-buahan, yaitu buah-buahan segar yang dipetik, baik yang telah melalui proses dicuci, disortasi, dikupas, dipotong, diiris, di-grading, dan/atau dikemas atau tidak dikemas; dan
  • sayur-sayuran, yaitu sayuran segar yang dipetik, dicuci, ditiriskan, dan/atau disimpan pada suhu rendah, termasuk sayuran segar yang dicacah
  • Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya, tidak termasuk yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau catering
  • Uang, emas batangan, dan surat berharga (misalnya saham, obligasi)
  • minyak mentah (crude oil)
  • gas bumi, tidak termasuk gas bumi seperti elpiji yang siap dikonsumsi langsung oleh masyarakat
  • panas bumi
  • asbes, batu tulis, batu setengah permata, batu kapur, batu apung, batu permata, bentonit, dolomit, felspar (feldspar), garam batu (halite), grafit, granit/andesit, gips, kalsit, kaolin, leusit, magnesit, mika, marmer, nitrat, opsidien, oker, pasir dan kerikil, pasir kuarsa, perlit, fosfat (phospat), talk, tanah serap (fullers earth), tanah diatome, tanah liat, tawas (alum), tras, yarosif, zeolit, basal, dan trakkit; dan
  • bijih besi, bijih timah, bijih emas, bijih tembaga, bijih nikel, bijih perak, serta bijih bauksit.

Perlakuan Pajak Barang Kebutuhan Pokok Sebagai Barang Tidak Kena PPN

Karena barang kebutuhan pokok merupakan barang yang tidak dikenakan PPN, maka penjual, baik yang sudah berstatus Pengusaha Kena Pajak (PKP) atau belum, tidak diwajibkan membuat faktur pajak.

Perlakuan pelaporan pajak untuk transaksi-transaksi yang berkaitan dengan barang tidak kena PPN, seperti barang kebutuhan pokok, berbeda dibandingkan barang yang dibebaskan PPN. Apa saja bedanya?

Untuk barang yang masuk kategori dibebaskan PPN, PKP tetap harus membuat faktur pajak. Alasannya karena status barang atau jasa adalah Barang/Jasa Kena Pajak (BKP/JKP). Namun, untuk barang tidak kena PPN, termasuk barang-barang kebutuhan pokok, sejak awal ditetapkan sebagai barang tidak kena pajak sehingga tidak wajib membuat faktur pajak.

Nah, bagaimana jika Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang bergerak di bidang ritel, katakanlah super market, membeli barang-barang kebutuhan pokok untuk dijual kembali? Jika seperti itu, karena supplier barang kebutuhan pokok tidak diwajibkan membuat faktur, maka supplier hanya menyerahkan invoice tanpa memungut PPN.

Jasa Kena Pajak (JKP)

  • Jasa Kena Pajak (JKP) merupakan setiap kegiatan pelayanan berdasarkan surat perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang, fasilitas, kemudahan, atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang pesanan atau permintaan dengan bahan dan/atau petunjuk dari pemesan, yang dikenakan pajak berdasarkan UU PPN.
  • Seperti halnya cakupan BKP, pengaturan cakupan JKP dalam UU PPN juga bersifat “negative list”, dalam artian bahwa pada prinsipnya seluruh jasa merupakan JKP, kecuali ditetapkan sebagai jasa yang tidak dikenai PPN.
Baca Juga :  Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Sesuai Ketentuan

Jasa yang Tidak Dikenai PPN (Non JKP)

  • Jasa pelayanan kesehatan medis
  • Jasa pelayanan sosial
  • Jasa pengiriman surat dengan perangko
  • Jasa keuangan
  • Jasa asuransi
  • Jasa keagamaan
  • Jasa Pendidikan
  • Jasa kesenian dan hiburan
  • Jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan
  • Jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri
  • Jasa tenaga kerja
  • Jasa perhotelan
  • Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum
  • Jasa penyediaan tempat parker
  • Jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam
  • Jasa pengiriman uang dengan wesel pos
  • Jasa boga atau katering

Subjek PPN

Pengusaha Kena Pajak (PKP), baik orang pribadi maupun badan, yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP), yang dikenakan pajak berdasarkan UU PPN.

Tarif PPN

Tarif PPN adalah sebesar 11%

  • Pemerintah diberikan kewenangan untuk mengubah tarif PPN menjadi paling rendah 5% dan paling tinggi 15% melalui penerbitan Peraturan Pemerintah.
  • Mengingat PPN adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi BKP di dalam Daerah Pabean, maka ekspor BKP dan ekspor JKP tertentu dikenai PPN dengan tarif 0%.

Dasar Pengenaan PPN

PPN terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif PPN dengan Dasar Pengenaan Pajak (DPP) yang meliputi:

Harga Jual

nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan BKP, tidak termasuk PPN dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak

Penggantian

nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pengusaha karena penyerahan JKP, ekspor JKP, atau ekspor BKP Tidak Berwujud, tidak termasuk PPN dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak; atau nilai berupa uang yang dibayar atau seharusnya dibayar oleh Penerima Jasa karena impor JKP dan/atau oleh penerima manfaat dari impor BKP Tidak Berwuju

Nilai Impor

nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk ditambah pungutan kepabeanan dan cukai untuk impor BKP, tidak termasuk PPN dan PPnBM

Nilai Ekspor

yaitu nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh eksportir

Nilai lain

  • yang diatur dengan atau berdasarkan PMK hanya untuk menjamin rasa keadilan dalam hal:
  • Harga Jual, Nilai Penggantian, Nilai Impor, dan Nilai Ekspor sukar ditetapkan; dan/atau
  • penyerahan BKP yang dibutuhkan oleh masyarakat banyak

Pengusaha Kena Pajak (PKP)

Pengusaha yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP di dalam Daerah Pabean, dan/atau melakukan ekspor BKP (baik BKP Berwujud maupun BKP Tidak Berwujud) dan/atau JKP, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan wajib memungut, menyetor, dan melaporkan PPN dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) yang terutang.

Pengecualian PKP

  • Pengecualian pengukuhan sebagai PKP diberikan bagi pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
  • Pada saat ini, batasan pengusaha kecil tersebut diatur dalam PMK 197/PMK.03/2013, yaitu pengusaha yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP dengan omzet tidak lebih dari Rp4,8 miliar setahun.
  • Namun, UU PPN memberikan ruang bagi pengusaha kecil dimaksud untuk dapat dikukuhkan menjadi PKP yang diatur lebih lanjut dalam PMK 40/PMK.03/2010.

Pemungut PPN

  • Dalam rangka lebih memudahkan pemungutan PPN dan/atau PPnBM yang terutang atas penyerahan BKP dan/atau JKP oleh rekanan, Pemerintah menunjuk pihak tertentu untuk memungut, menyetorkan dan melaporkan PPN yang terutang.
  • Pihak tertentu tersebut meliputi bendahara pemerintah, badan, atau instansi pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.

Fasilitas Pembebasan PPN

  • Fasilitas atau insentif perpajakan dapat didefinisikan sebagai ketentuan perpajakan yang dibuat secara khusus, yang berbeda dengan ketentuan perpajakan yang berlaku umum, bagi Wajib Pajak dengan kriteria tertentu.
  • Fasilitas PPN diberikan untuk mendorong pembangunan nasional dengan membantu tersedianya barang yang bersifat strategis, seperti: Fasilitas dibebaskan dari pengenaan PPN dan fasilitas tidak dipungut PPN
  • Untuk mendukung perkembangan dunia usaha dan meningkatkan daya saing dengan menjamin tersedianya barang-barang yang bersifat strategis, pemerintah memberikan fasilitas dibebaskan dari pengenaan PPN atas impor dan/atau penyerahan Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis.

Salam Penulis Mantrie.com

Share :

Baca Juga

Barang dan Jasa Tidak Dikenai PPN

PPN

Barang dan Jasa yang tidak dikenai PPN
Tarif PPN Terbaru 2022

PPN

Tarif PPN Terbaru 2022
Kewajiban Perpajakan, Cara Pengisian eSPT Tahunan. Tarif Pajak Indonesia, PPh 23, PPh 22, PPh 21, PPh 4 ayat 2, PPh 26

PPN

Barang dan Jasa Tidak Kena Pajak PPN
Cara Bikin Faktur

PPN

Cara Membuat Faktur Pajak
Kebijakan PPN atas Jasa Outsourcing PP No. 49 Tahun 2022

Forum Diskusi Pajak

Kebijakan PPN atas Jasa Outsourcing
PPh 4 Ayat 2

PPN

Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak
Kewajiban Perpajakan, Cara Pengisian eSPT Tahunan. Tarif Pajak Indonesia, PPh 23, PPh 22, PPh 21, PPh 4 ayat 2, PPh 26

PPN

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Sesuai Ketentuan
Nomor Seri Faktur Pajak

PPN

Nomor Seri Faktur Pajak