Study Kasus : Wajib Pajak Tidak Melaporkan Asset
Kasus ini saya dapatkan melalui sosial media Facebook di Forum Konsultan Pajak Indonesia yang pertanyaannya tidak saya edit sama sekali. Untuk mempersingkat waktu silahkan baca Study Kasus : Wajib Pajak Tidak Melaporkan Asset di bawah ini :
Pertanyaan Wajib Pajak Tidak Melaporkan Asset
izin bertanya dan meminta sarannya rekan2.
Ada case seperti ini :
WP OP melaporkan harta pada SPT Tahunan:
2017 : Rp 16.700.000
2018 : Rp 398.000.000
2019 : Rp 398.000.000
WP OP ini tidak mengikuti Tax Amnesty
Pada juli 2021, DJP mengirimkan SP2DK atas data :
Di Tahun 2018, Total Saldo di Rekening WP OP tsb di 3 Bank BUMN sebesar 4 Miliaran
Klarifikasi WP OP kpd AR, bahwa uang tsb ◾Didapat atas hasil Jual Tanah di tahun 2018 kpd Perseoran Terbatas sebesar 5.180.000.000dan telah dikenakan pajak final atas pj tanah dan BPHTB
◾ Tanah yg dijual tsb, diperoleh WP OP pada th 1985
◾WP OP luput melaporkan asset tanah tsb di Th 2017.
Pertanyaan:
1. Apabila sudah dpt SP2DK atas Saldo rekening Th 2018 diatas, kemudian WP melakukan pembetulan SPT Th 2017 s.d 2018 apa ada potensi pajak terhutang?
-Mengingat WP OP ini tidak melaporkan harta-tanah di 2017 dan saldo rekening di Th 2018.
Selain itu, WP OP ini tidak mengikuti TA dan PAS FINAL.
-Apakah benar intimidasi AR yg akan mengenakan pajak progresif x nilai tanah dith 2017 krn tidak ikut TA dan PAS FINAL sehingga akan muncul utang pajak 1 Miliaran pak?
2. Yg kmi ketahui, jika tidak ikut TA, maka bisa ikut PAS FINAL x harta bersih dg catatan belum ada temuan dr DJP.
-Pada kasus ini kami menganggap ini sdh menjadi temuan krn sdh ada SP2DK.
Namun menurut kami pribadi, jika melakukan SPT pembetulan di Th 2017 dg memasukan harta tanah, WP OP sgt keberatan akan dikenakan tarif progesif x nilai tanah, krn PPh terhutang sgt besar sekitar 1 Miliaran.
Jadi Apakah bisa memakai perhitungan harta bersih x tarif progresif?
3. Mohon minta sarannya rekan?
Dari Study Kasus di atas, menurut penulis hal yang perlu dilakukan Wajib Pajak tersebut untuk menghindari sanksi perpajakan yang terlalu besar antara lain ;
Melakukan Pembetulan SPT Tahun 2017 dan 2018
Wajib Pajak tersebut dapat membetulkan SPT Tahunan yang di lapor, walaupun sudah mendapatkan Surat Permintaan Penjelasan Data Keterangan (SP2DK) dari Perpajakan.
Perlu rekan-rekan ketahui SPT Tahunan masih bisa di betulkan sepanjang wajib pajak belum mendapatkan Surat Ketetapan Pajak (STP).
Dari hasil pemeriksaan pajak dan belum melewati masa kedarluwrsa selama 5 tahun sesuai dengan Pasal 8 ayat 1 UU KUP.
Mengenai batas akhir pembetulan SPT Tahunan ini diatur dalam Pasal 8 Ayat 1 Undang-Undang PPh dan dipertegas dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 (PP 74).
Aturan itu menegaskan kembali bahwa batas waktu WP dapat melakukan pembetulan SPT Pajak adalah sepanjang belum dilakukan tindakan pemeriksaan, verifikasi dalam rangka menerbitkan Surat Ketetapan Pajak, dan pemeriksaan bukti permulaan oleh DJP.
Pemeriksaan terjadi ketika Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Pajak (SP3) telah disampaikan kepada wajib pajak, wakil, kuasa, pegawai/anggota keluarga wajib pajak yang telah dewasa.
Tindakan pemeriksaan pajak pada prinsipnya dilaksanakan dalam rangka untuk menerbitkan Surat Ketetapan Pajak.
Dalam hal pembetulan SPT Tahunan, maka apabila DJP telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Hasil Verifikasi, meskipun belum memeriksa bukti permulaan, WP tidak lagi dapat melakukan pembetulan SPT.
Potensi dari PPh terhutang atas pembetulan SPT Tahunan
Dari kasus di atas, menurut penulis ada dua kemungkinan hal-hal yang di timbulkan akibat pembetulan SPT Tahunan yang akan di jelaskan di dalam artikel di bawah ini:
1. Wajib Pajak tersebut tidak di kenakan PPh Terhutang
Jika harta berupa tanah yang belum di masukan ke dalam Laporan SPT Tahun 2017 sumbernya dari pembagian warisan, seperti pembagian warisan dari orang tua.
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 4 ayat (3) bahwa warisan termasuk ke dalam objek pajak yang dikecualikan dalam Pajak Penghasilan (PPh).
Sehingga dapat dikatakan bahwa harta warisan merupakan harta yang tidak dikenakan atas Pajak Penghasilan (PPh).
Untuk harta warisan yang sudah dibagikan, maka dapat dikatakan bahwa warisan tersebut statusnya bukan objek pajak lagi, yang artinya sang pewaris terbebas dari pembayaran pajak atas harta warisan tersebut.
Terdapat beberapa syarat atau kriteria dari harta warisan yang bukan merupakan objek pajak adalah:
- Antara pewaris dan ahli waris harus memiliki hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus atau sederajat
- Harta warisan yang berupa harta bergerak maupun harta tidak bergerak telah dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) pewaris dan sudah terlunasi pajak terhutangnya jika ada.
Apabila syarat atau kriteria tersebut tidak dapat terpenuhi. Maka harta warisan tersebut statusnya bukan lagi menjadi warisan yang bukan termasuk objek Pajak Penghasilan.
Melainkan berubah menjadi objek Pajak Penghasilan (PPh) yang artinya warisan tersebut dikenakan Pajak Penghasilan (PPh).
2. Wajib Pajak dari kasus diatas, Pembetulan SPT Tahun 2017 bisa berpotensi PPh Pasal 21 Terhutang
Jika Sumber harta yang belum di laporkan merupakan hasil dari pembelian wajib pajak itu sendiri.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan dalam Pasal 4 ayat (1) menyebutkan bahwa setiap Wajib Pajak yang memperoleh tambahan atas kemampuan ekonomis yang dapat menambah kekayaan Wajib Pajak tersebut maka akan dikenakan atas Pajak Penghasilan (PPh).
Tarif Pajak Progresif
Adapun tarif progresif yang di kenakan dari kasus di atas berdasarkan Tarif Pasal 17 Undang-undang (UU) PPh:
- Wajib Pajak dengan penghasilan tahunan sampai dengan Rp50.000.000 dikenakan tarif PPh 21 sebesar 5%
- Di atas Rp50.000.000 sampai dengan Rp250.000.000 dikenakan tarif PPh 21 sebesar 15%
- Di atas Rp250.000.000 sampai dengan Rp500.000.000 dikenakan tarif PPh 21 sebesar 25%
- Di atas Rp500.000.000, tarif PPh 21 yang dipungut sebesar 30%
Jadi Potensi PPh Pasal 21 Terhutang Wajib Pajak tersebut pada Pembetulan SPT Tahun 2017 di hitung berdasarkan nilai wajar pada saat itu, jika kelengkapan bukti dan dokumen tidak terpenuhi oleh WP.
3. Pembetulan SPT Tahun 2018
Wajib pajak harus melaporkan nilai dari jumlah pengalihan hak harta berupa penjualan tanah tersebut kedalam Form SPT Tahunan yang bersangkutan.
Kasus diatas, Wajib Pajak menjelaskan telah melakukan pembayaran PPh Final Atas Penjualan Tanah di tahun 2018. Sehingga tidak ada lagi potensi PPh Terhutang hanya sekedar melaporkan Penghasilan yang bersiat Final.
Pengalihan/penjualan Tanah dan bangunan dikenakan Pajak penghasilan final (PPh Final) dengan Tarif 5 % dari Penghasilan Bruto.
Dimana untuk pengertian penghasilan bruto itu sendiri adalah NJOP (Nilai Jual Objek Pajak) tanah dan bangunan yang dapat dilihat dari SPPT PBB atau nilai Akte Jual Beli.
Tergantung nilai mana yang paling besar dari NJOP atau nilai akte jual beli, maka nilai tertinggi yang menjadi dasar pengenaan pajaknya.
PTKPNJOP / Penghasilan Tidak Kena Pajak Nilai Jual Objek Pajak atas penjualan tanah dan bangunan adalah Rp. 60.000.000.
Dengan demikian jika tanah atau bangunan yang kita jual tidak lebih atau sama dengan Rp. 60.000.000.
Maka tidak akan dikenakan Pajak penghasilan final / PPh Final pasal 4 ayat 2 atas penjualan tanah dan bangunan tersebut karena penjualan yang dilakukan dibawah PTKP (Penghalisan tidak kena pajak).
Sekian Atas Penjelasan Study Kasus Pajak ” Wajib Pajak Tidak Melaporkan Asset ”, Jika dari penjelasan masih ada hal ang perlu di revisi atas aturan-aturan yang berlaku, silahkan kirimkan saran di dalam kolom komentar.
Baca Juga : Jenis dan Tarif Pajak yang berlaku di indonesia
Agar tidak ketinggalan informasi Pajak dari Penulis bisa langsung donwload Aplikasi pajak khusus untuk smartphone android di link ini : Belajar Pajak.Apk