Peraturan pelaksanaan atas Pajak Penghasilan terkait dengan kegiatan sewa guna usaha (Pajak Leasing) diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1169/KMK.01/1991 tanggal 27 November 1991 tentang Kegiatan Sewa Guna Usaha (Leasing) (selanjutnya disebut KMK No. 1169/KMK.01/1991).
Aspek perpajakan atas kegiatan sewa guna usaha tergantung pada penggolongan sewa guna usaha apakah kegiatan sewa guna usaha tersebut termasuk dalam kegiatan sewa guna usaha dengan hak opsi atau kegiatan sewa guna usaha tanpa hak opsi. Oleh karena itu, kriteria penggolongan sewa guna usaha dalam hal ini menjadi sangat penting.
PPN atas transaksi sewa guna usaha atau yang biasa dikenal dengan pajak leasing merupakan istilah dalam dunia pajak untuk pungutan yang dikenakan pada transaksi penyewaan barang/leasing.
Sebagian orang memilih melakukan leasing karena biaya yang dikeluarkan hanya meliputi biaya sewa dan biaya penyusutan (depresiasi). Leasing dinilai lebih efektif dibandingkan pembelian aset karena dapat menekan jumlah biaya yang dikeluarkan.
Wajib pajak, yang masuk dalam kategori pengguna transaksi sewa guna usaha, tentu tidak dapat terhindar dari pungutan pajak leasing. Namun, pertanyaan yang seringkali muncul adalah apakah secara otomatis semua penyewa akan dikenakan pajak leasing?
Nah, sebelum membahas lebih jauh mengenai pajak leasing, mari kita lihat bersama jenis transaksi apa saja yang masuk dalam sewa guna usaha, dan beberapa hal lain terkait sewa guna usaha.
Pengertian Sewa Guna Usaha
Pasal 1 KMK No. 1169/KMK.01/1991 mendefinisikan sewa guna usaha (leasing) sebagai kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi (finance lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk digunakan oleh lessee selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala.
Yang dimaksud dengan barang modal adalah setiap aktiva tetap berwujud, termasuk tanah sepanjang di atas tanah tersebut melekat aktiva tetap berupa bangunan (plant), dan tanah serta aktiva dimaksud merupakan satu kesatuan kepemilikan, yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun dan digunakan secara langsung untuk menghasilkan atau meningkatkan, atau memperlancar produksi dan distribusi barang atau jasa oleh lessee.
Selanjutnya yang dimaksud dengan lessee adalah perusahaan atau perorangan yang menggunakan barang modal dengan pembiayaan dari lessor, sedangkan lessor adalah perusahaan pembiayaan atau perusahaan sewa-guna-usaha yang telah memperoleh izin usaha dari Menteri Keuangan dan melakukan kegiatan sewa-guna-usaha. Adapun yang dimaksud dengan dengan opsi adalah hak lessee untuk membeli barang modal yang disewa-guna-usaha atau memperpanjang jangka waktu perjanjian sewa guna usaha.
Jenis-Jenis Leasing
Menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 30, leasing merupakan sebuah transaksi yang melibatkan pihak penyewa dan pihak yang menyewakan. Pada transaksi ini terdapat suatu perjanjian untuk menggunakan suatu aset dalam periode waktu yang telah disepakati. Menurut PSAK 30, ada dua jenis leasing yang biasa diterapkan dalam dunia usaha:
1. Sewa operasional tanpa hak opsi (operating lease)
Transaksi penyewaan biasanya digunakan untuk kepentingan jangka pendek. Sehingga tidak terlalu memperhitungkan nilai aset pada masa depan. Dalam sewa operasional, status kepemilikan tidak mengalami perubahan dari status legalnya.
Aset yang disewakan (leased asset) tetap menjadi milik pihak penyewa meskipun dalam batas waktu tertentu telah dipakai penyewa. Konsekuensinya biaya pemeliharaan aset ditanggung oleh pihak penyewa.
Berdasarkan Pasal 3 KMK No. 1169/KMK.01/1991, kegiatan sewa guna usaha digolongkan sebagai sewa guna usaha dengan hak opsi apabila memenuhi semua kriteria sebagai berikut:
a. jumlah pembayaran sewa guna usaha selama masa sewa guna usaha pertama ditambah dengan nilai sisa barang modal, harus dapat menutup harga perolehan barang modal dan keuntungan lessor;
b. masa sewa guna usaha ditetapkan sekurang-kurangnya dua tahun untuk barang modal Golongan I, tiga tahun untuk barang modal Golongan II dan III, dan tujuh tahun untuk Golongan bangunan;
c. perjanjian sewa guna usaha memuat ketentuan mengenai opsi bagi lessee.
Penggolongan jenis barang modal yang disewa-guna-usaha tersebut, berdasarkan Pasal 5 KMK No. 1169/KMK.01/1991, ditetapkan berdasarkan ketentuan Pasal 11 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.
2. Sewa pembiayaan dengan hak opsi (capital lease)
Transaksi penyewaan yang digunakan untuk menyewakan aset dalam jangka panjang dengan masa sewa 75% dari usia ekonomis aset yang disewakan.
Sewa pembiayaan (capital lease) lebih rumit dibandingkan sewa operasional, karena memiliki unsur bunga dan alternatif kepemilikan pada akhir periode. Inilah alasannya sewa pembiayaan disebut sebagai pembelian aset secara cicilan karena nilai sewa saat ini tidak kurang dari 90% nilai wajar aset yang disewakan.
Berdasarkan Pasal 4 KMK No. 1169/KMK.01/1991 menyebutkan bahwa kegiatan sewa guna usaha digolongkan sebagai sewa guna usaha tanpa hak opsi apabila memenuhi semua kriteria berikut:
a. jumlah pembayaran sewa guna usaha selama masa sewa guna usaha pertama tidak dapat menutupi harga perolehan barang modal yang disewa-guna-usahakan ditambah keuntungan yang diperhitungkan oleh lessor;
b. perjanjian sewa guna usaha tidak memuat ketentuan mengenai opsi bagi lessee.
Aturan Penerapan Pajak Leasing
Transaksi leasing dikategorikan sebagai penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP). Ketentuan pengenaan pajak leasing diatur secara berbeda untuk kedua jenis leasing, baik leasing tanpa hak opsi maupun leasing dengan hak opsi seperti yang sudah dijelaskan dalam poin sebelumnya.
Namun, pasal 15 KMK No. 1169/KMK.01/1991 mengatur, pungutan pajak leasing dengan hak opsi oleh pemberi sewa (lessor) kepada pihak penyewa (lessee) dikecualikan dari pengenaan PPN.
Ketentuan mengenai pajak leasing diatur lebih lanjut dalam Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE-129/PJ/2010 tanggal 29 November 2010. Berikut ini poin penting dalam surat edaran tersebut:
1. Ketika Barang Kena Pajak (BKP) berupa barang modal yang menjadi objek pembiayaan, berasal dari pemasok (supplier)
BKP dianggap diserahkan secara langsung oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) pemasok (supplier) kepada pihak yang menyewa.
Pemberi sewa tidak perlu dikukuhkan sebagai PKP, karena dianggap hanya menyerahkan jasa pembiayaan yang merupakan jenis jasa yang tidak dikenai PPN.
PKP pemasok wajib menerbitkan faktur pajak kepada pihak yang menyewa dengan menggunakan identitas pihak penyewa sebagai pembeli BKP/JKP.
Dasar Pengenaan Pajak (DPP) yang dicantumkan dalam faktur pajak adalah senilai harga jual dari PKP.
2. Ketika BKP berupa barang modal yang menjadi objek pembiayaan berasal dari persediaan yang dimiliki pihak penjual
Pihak yang menyewakan pada dasarnya melakukan dua jenis penyerahan, yaitu penyerahan jasa pembiayaan tidak dikenai PPN dan penyerahan BKP yang merupakan objek PPN.
Pihak yang menyewakan harus dikukuhkan sebagai PKP dan harus menerbitkan faktur pajak atas penyerahan BKP.
Perlakuan Perpajakan atas Kegiatan Sewa Guna Usaha Dengan Hak Opsi
Perlakuan Perpajakan Bagi Lessor
Perlakuan Pajak Penghasilan atas kegiatan sewa guna usaha dengan hak opsi bagi lessor diatur dalam Pasal 14 KMK No. 1169/KMK.01/1991 sebagai berikut:
a. penghasilan lessor yang dikenakan Pajak Penghasilan adalah sebagian dari pembayaran sewa guna usaha dengan hak opsi yang berupa imbalan jasa sewa guna usaha;
b. lessor tidak boleh menyusutkan atas barang modal yang disewa-guna-usahakan dengan hak opsi;
c. dalam hal masa sewa guna usaha lebih pendek dari masa yang ditentukan dalam Pasal 3 KMK No. 1169/KMK.01/1991, Direktur Jenderal Pajak melakukan koreksi atas pengakuan penghasilan pihak lessor;
d. lessor dapat membentuk cadangan penghapusan piutang ragu-ragu yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto, setinggi-tingginya sejumlah 2,5% dari rata-rata saldo awal dan saldo akhir piutang sewa guna usaha dengan hak opsi;
e. kerugian yang diderita karena piutang sewa guna usaha yang nyata-nyata tidak dapat ditagih lagi dibebankan pada cadangan penghapusan piutang ragu-ragu yang telah dibentuk pada awal tahun pajak yang bersangkutan;
f. dalam hal cadangan penghapusan piutang ragu-ragu tersebut tidak atau tidak sepenuhnya dibebani untuk menutup kerugian dimaksud maka sisanya dihitung sebagai penghasilan, sedangkan apabila cadangan tersebut tidak mencukupi maka kekurangannya dapat dibebankan sebagai biaya yang dikurangkan dari penghasilan bruto.
Selanjutnya dari aspek Pajak Pertambahan Nilai, berdasarkan Pasal 15 KMK No. 1169/KMK.01/1991, atas penyerahan jasa dalam transaksi sewa guna usaha dengan hak opsi dari lessor kepada lessee dikecualikan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
Perlakuan Perpajakan Bagi Lessee
Perlakuan Pajak Penghasilan atas kegiatan sewa guna usaha dengan hak opsi bagi lessee diatur dalam Pasal 16 KMK No. 1169/KMK.01/1991 sebagai berikut:
a. selama masa sewa guna usaha, lessee tidak boleh melakukan penyusutan atas barang modal yang disewa-guna-usaha, sampai saat lessee menggunakan hak opsi untuk membeli;
b. setelah lessee menggunakan hak opsi untuk membeli barang modal tersebut, lessee melakukan penyusutan dan dasar penyusutannya adalah nilai sisa (residual value) barang modal yang bersangkutan;
c. pembayaran sewa guna usaha yang dibayar atau terutang oleh lessee kecuali pembebanan atas tanah, merupakan biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto lessee sepanjang transaksi sewa guna usaha tersebut memenuhi ketentuan dalam Pasal 3 KMK No. 1169/KMK.01/1991;
d. dalam hal masa sewa guna usaha lebih pendek dari masa yang ditentukan dalam Pasal 3 KMK No. 1169/KMK.01/1991, Direktur Jenderal Pajak melakukan koreksi atas pembebanan biaya sewa guna usaha;
e. Lessee tidak memotong Pajak Penghasilan Pasal 23 atas pembayaran sewa guna usaha yang dibayar atau terutang berdasarkan perjanjian sewa guna usaha dengan hak opsi.
Perlakuan Perpajakan atas Kegiatan Sewa Guna Usaha Tanpa Hak Opsi
Perlakuan Perpajakan Bagi Lessor
Perlakuan Pajak Penghasilan atas kegiatan sewa guna usaha tanpa hak opsi bagi lessor diatur dalam Pasal 17 ayat (1) KMK No. 1169/KMK.01/1991 sebagai berikut:
a. seluruh pembayaran sewa guna usaha tanpa hak opsi yang diterima atau diperoleh lessor merupakan obyek Pajak Penghasilan;
b. lessor membebankan biaya penyusutan atas barang modal yang disewa-guna-usahakan tanpa hak opsi, sesuai dengan ketentuan Pasal 11 Undang-undang Pajak Penghasilan 1984 beserta peraturan pelaksanaannya.
Selanjutnya dari aspek Pajak Pertambahan Nilai, berdasarkan Pasal 18 KMK No. 1169/KMK.01/1991, atas penyerahan jasa dalam transaksi sewa guna usaha tanpa hak opsi dari lessor kepada lessee, terhutang Pajak Pertambahan Nilai.
Perlakuan Perpajakan Bagi Lessee
Perlakuan Pajak Penghasilan atas kegiatan sewa guna usaha tanpa hak opsi bagi lessee diatur dalam Pasal 17 ayat (2) KMK No. 1169/KMK.01/1991 sebagai berikut:
a. pembayaran sewa guna usaha tanpa hak opsi yang dibayar atau terutang oleh lessee adalah biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
b. lessee wajib memotong Pajak Penghasilan Pasal 23 atas pembayaran sewa guna usaha tanpa hak opsi yang dibayarkan atau terutang kepada lessor.